Selasa 04 Sep 2018 09:39 WIB

Krisis Ekonomi, Venezuela: Arus Imigrasi Masih Normal

Isu krisis dinilai hanya untuk pembenaran adanya intervensi asing.

Ikustrasi krisis Venezuela.
Foto: Reuters
Ikustrasi krisis Venezuela.

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Pemerintah Venezuela mengatakan, arus migrasi keluar dari negara OPEC merupakan hal normal. Menurut otoritas Venezuela, masalah migrasi yang saat ini jadi isu internasional terlalu dibesar-besarkan.

"Ada niat untuk mengubah aliran migrasi normal menjadi krisis kemanusiaan untuk membenarkan intervensi internasional di Venezuela," ujar Wakil Presiden Delcy Rodriguez pada konferensi pers seperti dikutip laman Reuters, pada Selasa (4/9).

"Kami tidak akan mengizinkannya," tambahnya.

Delcy mengkritik asing yang hanya mengacu imigrasi Venezuela berdasarkan catatan negara-negara lain. Mereka tidak memberikan angka-angka dari negeri Venezuela sendiri.

Lembaga migrasi perserikatan bangsa-bangsa (PBB) bulan lalu mengatakan, eksodus warga ke negara tetangga sudah masuk tahap kritis setelah Venezuela mengalami keruntuhan ekonomi hiperinflasi. Menurut PBB, eksodus warga tersebut sebanding dengan situasi pengungsi di Mediterania.

Organisasi migrasi dan pengungsi Amerika Serikat (AS) mencatat pada data Agustus 2018, sebanyak 2,3 juta warga Venezuela saat ini tinggal di luar negeri. Lebih dari 1,6 juta orang telah meninggalkan negara itu sejak  2015.

Baca juga, Ekonomi Kacau Warga Venezuela Beramai-ramai ke Brasil.

Dokumen foto warga Venezuela meninggalkan negara tersebar luas. Mereka berbondong-bondong meninggalkan Venezuela berjalan kaki melalui Kolombia untuk menghindari hiperinflasi dan kekurangan pangan. Negara-negara tetangga seperti Ekuador, Peru dan Chili pun menyiapkan arus pendatang yang terus bertambah.

Pejabat Pemerintahan Venezuela menuduh dokumen foto yang tersebar itu sengaja diperlihatkan oleh media dan musuh politik supaya membuat buruk citra pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

Pemerintah bulan lalu mengumumkan memulangkan 89 warganya dari Peru. Hal itu dilakukan setelah mereka mengeluh diperlakukan buruk sebagai bagian dari penghinaan diri.

Pejabat migrasi dari negara-negara di sekitar Amerika Selatan pada Senin (3/9) memulai pertemuan selama dua hari di ibu kota Ekuador Quito untuk membahas strategi regional dan membahas bagaimana mengelola masuknya migran. Kesimpulannya, akan diumumkan pada Selasa waktu setempat.

Sebelumnya pada Kamis (30/8) Kolombia, Peru, dan Ekuador meminta bantuan internasional untuk mengelola lonjakan migrasi yang melanda layanan publik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement