REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengkaji penurunan target pertumbuhan realisasi kredit di Nusa Tenggara Barat (NTB) pascagempa bumi melanda daerah itu. Sebelumnya OJK menargetkan pertumbuhan kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara sekitar 10 persen.
"Yang jelas bencana gempa telah berdampak kepada pertumbuhan kredit di NTB dan Bali Nusra," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Jumat (31/8).
Namun pihaknya belum bisa menyebutkan rencana besaran revisi target khusus di NTB karena hingga saat ini masih menunggu data yang dikumpulkan OJK perwakilan di Bumi Gora itu. Saat ini, kata dia, OJK telah mengeluarkan relaksasi berupa restrukturisasi untuk memberikan keringanan kepada debitur yang terdampak gempa di Lombok dan sekitarnya.
Selain itu OJK juga memberikan perlakuan khusus terhadap penilaian kualitas kredit atau pembiayaan syariah dan atau pemberian kredit atau pembiayaan syariah baru di seluruh kabupaten dan kota di Lombok, Sumbawa dan Sumbawa Barat. Perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan syariah bank mengacu pada Peraturan OJK No.45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Peraturan itu di antaranya untuk penilaian kualitas kredit dengan plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan atau bunga. Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan kualitas kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku yaitu PBI No.14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Penetapan kualitas kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga. Selain itu kualitas kredit yang direstrukturisasi bagi bank umum dan BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner.
Restrukturisasi kredit tersebut, kata dia, dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana. "Diharapkan dengan relaksasi itu bisa mengurangi dampaknya sehingga debitur terdampak dia nanti bisa berusaha, ada kelonggaran wakti untuk mencicil di bank," katanya.
Data yang dikumpulkan OJK Pusat sampai dengan 21 Agustus 2018, terdapat 39.341 debitur perbankan yang terkena dampak dengan nilai kredit sebesar Rp 1,52 triliun di 15 bank umum dan 17 BPR.