Kamis 30 Aug 2018 08:06 WIB

OJK Optimistis Pertemuan IMF Rangsang Kredit Bali

Industri diingatkan tetap selektif dalam menyalurkan kredit.

Doa bersama (matur piuning) di Pura Agung Besakih, Karangasem jelang pelaksanaan pertemuan tahunan Bank Dunia - Dana Moneter Internasional (IMF) 2018 di Bali.
Foto: Republika/Mutia Ramadhani
Doa bersama (matur piuning) di Pura Agung Besakih, Karangasem jelang pelaksanaan pertemuan tahunan Bank Dunia - Dana Moneter Internasional (IMF) 2018 di Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis Pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Bali akan merangsang penyaluran kredit di wilayahnya. Optimisme tersebut diharapkan mendorong kredit yang selama semester pertama 2018 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. 

"Sampai akhir tahun ini kami optimistis penyaluran kredit tumbuh 10 persen," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Kamis (30/8). 

Menurut Hizbullah, realisasi penyaluran kredit di Bali selama semester pertama tahun ini atau periode Januari-Juni tahun 2018  mencapai Rp 83,9 triliun. Kredit sepanjang semester pertama ini tumbuh 4,44 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Meski terjadi pertumbuhan, penyaluran kreditnya tidak segencar tahun lalu. Pada periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 6,05 persen. 

Pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) diharapkan mendorong pelaku usaha melakukan ekspansi atau perluasan bisnis sehingga mereka akan melirik pembiayaan di lembaga jasa keuangan. 

Baca juga, Luhut: Pertemuan IMF Sesuai Rencana

Terdapat tiga sektor utama penerima kredit di Bali semester pertama tahun ini, yakni bukan lapangan usaha terkait kredit konsumtif dan terkait penyediaan kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 38,06 persen. Selain itu, sektor perdagangan besar dan eceran 31,62 persen serta penyediaan akomodasi, makan dan minum mencapai 8,9 persen.

Berdasarkan penggunaan kredit, sebagian besar dimanfaatkan sektor produktif sebesar 61,25 persen. Sektor produktif ini terdiri atas modal kerja 39,67 persen dan kredit investasi sebesar 21,58 persen. 

Walau menginginkan terjadi pertumbuhan realisasi kredit, Hizbullah tetap mengingatkan perbankan untuk berhati-hati sebelum mencairkan pembiayaan kepada calon debitur. Upaya itu dilakukan untuk menekan angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

Per Juni 2018, OJK mencatat NPL di Bali mencapai 3,73 persen atau meningkat dibandingkan posisi Desember 2017 yang mencapai 3,42 persen. Apabila dirinci, kredit bermasalah paling tinggi pada sektor pertambangan dan penggalian pasir mencapai 10,72 persen dan kegiatan usaha yang belum jelas batasannya (konsumtif) sebesar 8,83 persen.

Pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia dijadwalkan berlangsung di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, 8-14 Oktober 2018. Pertemuan ini akan dihadiri sekitar 15 ribu orang delegasi dari 189 negara di dunia. Delegasi itu di antaranya sejumlah kepala negara, menteri keuangan, gubernur bank sentral, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, praktisi hingga media.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement