REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Solo menargetkan dapat menyalurkan kredit sebesar Rp 92 miliar sampai akhir tahun 2018. Penyaluran kredit terutama dari segmen kredit di atas Rp 50 juta.
Direktur Utama BPR Bank Solo, Agung Riawan, mengatakan, sampai dengan Agustus 2018 aset BPR Bank Solo mencapai Rp 122 miliar. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sekitar Rp 80 miliar. Sedangkan perolehan laba mencapai Rp 1,7 miliar.
"Penyaluran kredit sekarang sudah Rp 84 miliar, target kami bisa mencapai Rp 92 miliar sampai akhir tahun. Sekarang kami sudah tumbuh Rp 20 miliar," terang Agung kepada Republika di Balai Kota Solo, kemarin.
Dia menjelaskan, target penyaluran kredit tersebut terutama berasal dari kredit umum dengan plafon di atas Rp 50 juta. Saat ini, porsi kredit tersebut mencapai 20 persen dari total kredit.
Mayoritas kredit di BPR Bank Solo disalurkan untuk pegawai atau kredit pegawai dengan porsi mencapai 70 persen dari total kredit. Sebab, BPR Bank Solo yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kota (Pemkot) Solo tersebut awalnya memang fokus menyalurkan kredit bagi pegawai.
Sisanya 10 persen disalurkan melalui produk Kredit Melati dan Kredit Berseri. Kredit Melati memiliki plafon sampai dengan Rp 25 juta sedangkan Kredit Berseri memiliki plafon Rp 25 juta sampai dengan Rp 50 juta.
"Kredit Melati itu nanti akan kami tingkatkan karena itu program pemerintah daerah," ungkapnya.
Pemkot Solo berupaya agar warganya bebas dari jeratan rentenir melalui program kredit tanpa agunan. Kredit tersebut nominalnya sampai dengan Rp 5 juta. Sedangkan kredit yang di atas Rp 5 juta tetap akan dimintai agunan berupa sertifikat maupun BPKB.
Meski tanpa agunan, tetapi BPR Bank Solo tetap akan melakukan pengecekan terhadap usaha pelaku UMKM yang mengajukan kredit. Jika dipandang tidak perlu jaminan, maka bank tidak meminta jaminan. Namun, jika bank ragu, maka akan meminta jaminan.
Misalnya, pelaku UMKM mengajukan kredit Rp 5 juta, tetapi saat dicek ternyata hanya butuh modal Rp 2 juta. Maka bank hanya memberikan pinjaman Rp 2 juta. Sebab, Pemkot tidak ingin uang tersebut digunakan untuk selain modal kerja, misalnya dibelikan sepeda motor.
"Intinya pemerintah itu inginnya pemberantasan rentenir. Jadi UMKM berkembang dan tidak tercekik oleh praktek rentenir," ucapnya.
Dari sisi kualitas kredit yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tercatat sebesar 2,24 persen. Agung menargetkan NPL bisa turun di level 1,8 persen sampai akhir tahun. "Upayanya ya ditagih. Paling banyak NPL di sektor umum," ujarnya.