REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Jackson Hole symposium, Gubernur Bank Sentral AS Jay Powell menyatakan mendukung penuh kenaikan suku bunga secara gradual. Ia pun mengonfirmasi potensi besar the Fed akan kembali melanjutkan pengetatan kebijakan moneternya pada rapat Fed’s Open Market Committee (FOMC) bulan September mendatang.
Hanya saja, Powell masih mempertimbangkan terkait perdebatan kenaikan suku bunga Fed pada akhir tahun ini dan Maret 2019 mendatang. "Berdasarkan assessment Powell, perekonomian AS menunjukkan perbaikan yang substansial dan tren tersebut diperkirakan akan berlanjut," ujar Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Republika.co.id, Selasa, (28/8).
Tingkat inflasi AS, kata dia, diperkirakan akan mendekati level dua persen, meski belum ada tanda-tanda kuat inflasi akan meningkat cepat dan menimbulkan risiko overheating pada perekonomian. Maka, normalisasi kebijakan moneter AS dinilai sesuai dengan recovery dari perekonomian AS. Namun, pada saat bersamaan Powell berpandangan, pengetatan kebijakan moneter AS tidak akan terlalu agresif mempertimbangkan risiko overheating yang relatif rendah.
Baca juga, Rupiah Menguat Seiring Turunnya Kekhawatiran Perang Dagang
"Pidato Powell mendorong pelemahan dolar AS terhadap sebagian besar mata uang utama yang pada akhirnya membuat rupiah cenderung menguat tipis pada awal perdagangan pekan ini," kata Josua. Ia menambahkan, rupiah kini diperdagangkan di level Rp 14.600 sampai Rp 14.620 per dolar AS.
"Angka itu menguat tipis dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yang ditutup di level Rp 14.640 per dolar AS. Komentar Powell yang cukup mixed ini diperkirakan akan mendukung rupiah dalam sepekan ke depan meskipun sentimen eksternal yang negatif dari perang dagang antara AS dan Cina masih akan membatasi penguatan rupiah," tutur Josua.
Sementara itu, kata dia, pelaku pasar juga masih menantikan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah dalam jangka pendek ini. Tujuannya untuk mengatasi isu pelebaran defisit transaksi berjalan.