REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mempertanyakan kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang kembali mengeluarkan izin importase beras sebanyak 1 juta ton. Pasalnya, tidak ada untuk impor. Terlebih pasokan beras cukup, harga juga terkendali.
Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengatakan, segera melakukan penyelidikan izin importase beras ini. DPR sudah menemukan indikasi penyimpangan dalam impor itu. Beberapa izin bermasalah dan cukup fatal.
“Terus terang, mengacu yang namanya impor, saya sudah tidak setuju. DPR tidak setuju. Sebab selama ini program anggaran untuk sektor pertanian selalu kita setujui. Tidak pernah kita kurangi,” kata Edhy dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (22/8).
Edhy kemudian menyoroti dasar Kemendag mengeluarkan kembali rekomendasi importase beras. Padahal, impor beras di awal 2018 sebanyak 1 juta ton tidak terpakai. Jika ini direalisasikan, maka total impor beras tahun ini sudah mencapai 2 juta ton dan berpotensi tidak terpakai juga.
“Makanya, saya belum bisa memahami dasar impor beras lagi ini apa? Karena program yang kita berikan untuk sektor pertanian, khusus di Komisi IV, itu sudah memenuhi unsur pemenuhan beras untuk 1 tahun. Ditambah sekarang ini sudah memasuki masa panen. Impor ini bukan hal yang haram kalau ketersediaan dalam negeri tidak mencukupi,” ujar politisi Gerindra ini.
Komisi IV DPR dalam sejumlah rapat kerja bersama dengan Kementerian Pertanian (Kementan), termasuk dengan Badan Urusan Logistik (Bulog), tegas menolak impor beras. Sikap penolakan tersebut merupakan sikap resmi DPR. Sayangnya, penolakan tersebut hanya dianggap angin lalu oleh Kemendag.
Edhy pun curiga, ada permainan di balik importase beras yang terbilang cukup besar menjelang Pemilu ini. “Itu bukan rahasia umum lagi (ada permainannya). Nggak masuk akal itu (kebijakan impor beras lagi 1 juta ton). Tapi mereka ngotot, ya kita tidak bisa berbuat banyak," tambah dia.
Hal senada dikatakan Ketua Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawidjaya. Menurutnya, kebijakan Kemendag kembali impor beras 1 juta ton adalah kabar yang mengagetkan di saat harga beras stabil.
“Kami kaget mendengar ini. Apalagi kami bersama dengan beberapa anggota (Komisi VI) juga tadi bicarakan masalah izin impor semen. Semen ini kan surplus 45 persen. Kok malah keluarkan izin impor, walau ini belum digunakan. Izin ini sangat fatal oleh Mendag (Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita) dan kami mewacanakan akan segera rapat bahas izin impor ini. Sebab, ternyata izin impor yang dikeluarkan banyak,” tuturnya.
Azam menegaskan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan segera memanggil Menteri Enggar untuk mengklarifikasi izin importase semen hingga beras. Sebab, apa pun itu izin impor tidak boleh sampai mengganggu neraca perdagangan apalagi sampai mengganggu kehidupan petani dalam negeri.
“Kunjungan reses kami tidak ada masalah harga beras di lapangan. Tidak terjadi lonjakan apa-apa. Jadi ada apa ini? Kita tidak tahu makanya ingin dengar langsung penjelasan Mendag,” tambah dia.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Wattimena juga menyatakan hal yang sama. Terlebih Kepala Bulog Budi Waseso telah memastikan gudang Bulog penuh. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga di beberapa kesempatan menyatakan stok beras masih cukup alias aman.
“Sebelum reses kemarin juga kita lihat gudang-gudang Bulog semuanya penuh. Begitu juga waktu saya kunjungan kerja ke Makasar baru-baru ini, gudangnya juga penuh,” kata politisi Demokrat ini.
Kapasitas gudang Bulog sendiri mencapai sekitar 2,6 juta ton. Sementara, stok Bulog per 10 Agustus 2018 sebesar 2,1 juta ton beras. Kemudian, hingga September 2018 Bulog akan serap gabah beras petani sebesar 500 ribu ton beras.
Atas dasar itu, Politisi Partai Demokrat ini menilai kebijakan impor beras ini sangat tidak masuk akal. “Jadi, tidak ada alasan buat impor beras. Orang gudang Bulog-nya penuh, terus mau taruh di mana,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir menilai, kebijakan Mendag impor 1 juta ton hanya akan menzolimi petani yang kini tengah semangatnya menggenjot produksi padi nasional. “Petani pasti terzolimi karena perhitungan impor ini tidak jelas dasarnya. Wong yang pertama (impor beras 500 ribu ton) juga ribut,” kata Winarno.
Untuk itu, dalam waktu dekat, pihaknya akan segera melakukan komunikasi dengan Komisi VI dan IV DPR yang membidangi masalah impor beras ini. Menurut Winarno, dampak impor ini jelas memukul harga gabah petani yang sekarang saja sudah terjun Rp 4.600 per kilogram (Gabah Kering Giling) yang sebelumnya Rp 5.000 per kilogram.
“Dasarnya impor beras ini apa, kok kita panen raya gaduh tapi tetap saja dilakukan. Kami minta Komisi VI (mitra kerja Kementerian Perdagangan) bisa tegur keras Mendag-nya. Kalau perlu dimarahin biar viral lagi,” pungkasnya.