Selasa 21 Aug 2018 13:25 WIB

Rektor Untar: Kesenjangan Ekonomi Ancam Nasionalisme

Mahasiswa perlu dibekali ilmu bela negara.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Kesenjangan Ekonomi
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Kesenjangan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Tarumanegara Prof Agustinus Purna Irawan menilai, kesenjangan ekonomi di Indonesia masih cukup tinggi. Jika tidak diselesaikan, kesenjangan ekonomi tersebut bisa mengancam nasionalisme rakyat Indonesia.

"Degradasi nasionalisme itu sekarang makin terlihat, kesenjangan ekonomi itu salah satu penyebabnya, hal itu juga dikhawatirkan bisa memecah belah bangsa," kata Agustinus kepada Republika.co.id, Selasa (21/8).

Dia menjelaskan, sebenarnya ada dua faktor yang bisa menyebabkan degradasi nasionalisme. Pertama yaitu faktor internal seperti munculnya egoisme, perkembangan teknologi dan media sosial dan lain-lain. Lalu kedua yaitu faktor eksternal yang datang dari luar negeri dan berdampak pada geopolitik di Indonesia.

Untuk itu, kata Agustinus, Perguruan Tinggi harus bisa mengambil peran dalam pertumbuhan ekonomi bangsa. Misalnya dengan menumbuhkan jiwa-jiwa enterpreuner di lingkungan kampus. "Kita tentu harus mendorong agar mahasiswa kita tumbuh jiwa kewirausahaannya. Sehingga nanti muncul startup-startup baru, yang bisa menjadikan ekonomi bangsa kuat," tegas Agustinus.

Baca juga, Tingkat Kemiskinan di Indonesia Turun ke Level Satu Digit.

Namun begitu penting juga untuk membekali mahasiswa dengan bela negara. Sehingga, lanjut Agustinus, ketika nanti startup berkembang, mahasiswa itu tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi saja namun juga bangsa. 

"Lewat ekonomi Pancasila, kita bisa ajarkan bagaimana agar mereka bisa ikut memikirkan nilai sosial, gotong royong seperti pejuang-pejuang terdahulu," ucap Agustinus.

Sebelumnya, tingkat kemiskinan Indonesia berhasil mencapai 9,82 persen pada Maret 2018 atau turun 0,3 persen poin dari 10,12 persen pada September 2017. Tingkat kemiskinan juga turun jika dibandingkan dengan Maret 2017 yang sebesar 10,64 persen.

"Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 sebesar 25,95 juta orang. Turun 0,63 juta orang dibandingkan September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta, Senin (16/7).

Meski terjadi penurunan kemiskinan, Suhariyanto menyebut disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan masih tinggi. Ia menjelaskan, tingkat kemiskinan di kota adalah 7,02 persen pada Maret 2018.

Sementara, di desa adalah 13,2 persen pada Maret 2018. Sejumlah faktor mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia sejak September 2017 hingga Maret 2018.

Suhariyanto menyebut, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk rumah tangga yang berada di 40 persen lapisan terbawah selama periode tersebut tumbuh 3,06 persen kendati inflasi umum sebesar 1,92 persen.

Selain itu, bantuan sosial tunai dari pemerintah tumbuh 87,6 persen pada kuartal pertama 2018 atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 3,4 persen.

Selama September 2017 hingga Maret 2018, garis kemiskinan naik sebesar 3,63 persen dari Rp 387.160 per kapita per bulan menjadi Rp 401.220 per kapita per bulan. "Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan," kata Suhariyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement