REPUBLIKA.CO.ID, NABIRE -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (Ditjen PDTu) menggelar Festival Perdamaian dan Pranata Adat di kabupaten Nabire, Selasa (7/8). Tujuannya untuk meningkatkan kohesi sosial masyarakat dan meminimalisasi gesekan horizontal.
Direktur Pengembangan Daerah Pasca-Konflik Sugito mengatakan, festival ini merupakan rangkaian kegiatan yang sudah dimulai dari Aceh Singkil dan Maluku Tengah beberapa waktu lalu. “Tiga kabupaten, termasuk Nabire, sudah kami laksanakan dari total sebanyak delapan kali di tahun 2018 ini,” ujarnya seperti dalam siaran pers.
Ia mengungkapkan, kelima kabupaten yang akan menjadi lokasi berikutnya adalah Landak, Bangkalan, Lombok Timur, Sigi, dan Timor Tengah Utara. Tujuannya untuk meningkatkan kohesi sosial masyarakat dan meminimalisasi terjadinya gesekan horizontal.
Festival Perdamaian di Nabire, Papua.
“Semoga bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan motivasi semangat kebersamaan, semangat kegotongroyongan, semangat untuk perdamaian, agar kita dapat hidup rukun dan damai, serta dapat melestarikan nilai-nilai budaya dan menjadi kohesi antarsuku bangsa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," harapnya di hadapan masyarakat dan Bupati Nabire Isaias Douw.
Sugito menambahkan, selain gelaran festival, secara infrastruktur Ditjen PDTu sudah membangun balai pertemuan pada 2016 lalu yang diperuntukkan sebagai tempat interaksi sosial warga. Mereka juga membangun pusat pembelajaran bersama bagi warga Nabire. Beragam acara mulai dari lomba jalan, lomba tiup pikon (alat musik asli suku pedalaman papua), lomba dayung perahu hias, serta hiburan musik turut meramaikan festival ini.
Penciptaan kohesi sosial melalui festival ini sejatinya juga merupakan salah satu cara dalam manajemen dan pengelolaan konflik sebagaimana Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. UU ini merupakan salah satu keseriusan pemerintah dalam upaya mendorong pembangunan yang berbasiskan adat dan kearifan lokal. Ketentuan tersebut juga ditegaskan bahwa upaya penanganan konflik sosial di Indonesia diprioritaskan melalui pendekatan pranata adat dan kearifan lokal.
Sebagai salah satu unit kerja yang fokus pada daerah pascakonflik, perbatasan, pulau kecil terluar, rawan bencana, dan rawan pangan tentunya banyak melaksanakan kebijakan sesuai dengan karakteristik-karakteristik tersebut. Di Nabire, PDTu juga telah membangun fasilitas air bersih dan kapal penumpang untuk masyarakat Nabire dengan total lebih kurang Rp 5 miliar lebih dalam kurun waktu 2015 sampai 2018 ini.
Untuk 2019 mendatang, Ditjen PDTu sudah merencanakan untuk membangun gudang produksi pangan, embung, serta sarana dan prasarana pascapanen untuk meningkatkan ketahanan pangan di Nabire.