REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan berupaya untuk memanfaatkan dan membaca peluang dari adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina untuk mendongkrak ekspor serta memperkuat cadangan devisa Indonesia. Indonesia dapat memanfaatkannya dengan mengisi kekosongan impor kedua negara.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan dengan kondisi perang dagang antara Amerika dan Cina tersebut, Indonesia bisa memanfaatkannya dengan mengisi kekosongan produk yang diimpor kedua negara dan digantikan oleh produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri.
"Mengisi kekosongan produk-produk Cina di Amerika yang sesuai dengan produksi dalam negeri, juga peluang yang bisa diambil di Cina atas kekosongan produk dari Amerika," kata Enggartiasto, Jumat (3/8).
Baca juga, Menko Darmin: Ekonomi Bocor karena Devisa tak Kembali
AS melalui kepemimpian Presiden Donald Trump telah mulai menerapkan tarif pajak tinggi terhadap barang-barang impor dari Cina. Retaliasi tersebut dibalas dengan mengurangi pembelian beberapa produk dari Negeri Paman Sam itu.
Dari kondisi tersebut, ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan produk baik di Amerika maupun di Cina. Selain itu, Indonesia berkepentingan untuk menggenjot ekspor, dalam upaya untuk memperkuat cadagan devisa.
Selain melihat peluang tersebut, Indonesia tetap berupaya untuk membuka pasar-pasar tujuan ekspor nontradisional dan mengamankan pasar ekspor tradisional. Pasar ekspor nontradisional tersebut antara lain negara di kawasan Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, Eurasia, serta Asia Selatan.
"Kami membuka pasar baru, dan produk baru, selain juga mengamankan pasar ekspor yang sudah ada," kata Enggartiasto.
Dalam upaya untuk meningkatkan cadangan devisa negara, Presiden Joko Widodo menyatakan salah satu langkah yang diperlukan adalah dengan menekan volume impor. Jokowi ingin mengevaluasi untuk memisahkan antara impor strategis dan tidak strategis.
"Impor barang konsumsi yang melalui Kementerian Perdagangan akan dikendalikan," kata Enggartiasto.
Pasar nontradisional seperti AS memang perlu untuk terus diamankan. Beberapa waktu lalu, Negeri Paman Sam itu menyatakan akan melakukan peninjauan kembali tentang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) ke Indonesia.
Enggartiasto mengambil langkah dengan merangkul para importir asal Amerika itu dan menyatakan bahan baku yang datang dari Indonesia diperlukan untuk menunjang keberlangsungan bisnis mereka. Tanpa skema GSP tersebut maka harga produk buatan Amerika Serikat akan mengalami kenaikan.
Sementara itu, salah satu peluang untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara nontradisional dan menambah devisa, adalah dengan peningkatan ekspor pesawat terbang. Salah satu negara tujuan ekspor nontradisional yang berminat untuk membeli pesawat dari Indonesia adalah Nigeria.
Hingga 2017 PT Dirgantara Indonesia, Tbk telah membuat sebanyak 431 unit pesawat terbang. Tipe yang paling banyak dipesan antara lain NC212i sebanyak 110 unit, helikopter NBO105 sebanyak 122 unit, dan saat ini sedang dikembangkan jenis CN 235, pesawat terbang kecil dengan kapasitas 40 pax.