Jumat 03 Aug 2018 01:03 WIB

Mendag: RPP Transaksi E-Commerce Bantu Usaha Lokal

Mendag berharap produk yang dijual didomibasi buatan lokal.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Calon pembeli melihat koleksi fashion terbaru mealui salah satu gerai E-Commerce melalui telfon genggamnya di Jakarta, Senin (31/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Calon pembeli melihat koleksi fashion terbaru mealui salah satu gerai E-Commerce melalui telfon genggamnya di Jakarta, Senin (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tentang transaksi perdagangan online atau melalui sistem elektronik (TPMSE) yang biasa disebut e-Commerce akan difokuskan untuk membantu usaha dalam negeri. 

Menurut Enggar, poin-poin dalam RPP e-Commerce ini tidak akan mengubah peraturan yang sudah dibentuk sebelumnya. "Untuk standardisasi terkait SNI (Standar Nasional Indonesia) dan sebagainya tidak akan bertentangan dengan peraturan yang ada," ujarnya ketika ditemui usai rapat koordinasi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (2/8).

Selain itu, untuk poin perlindungan konsumen, juga akan mengikuti peraturan yang ada. Enggar memastikan, poin-poin ini tidak mengalami perubahan dalam RPP. Sebab, kini prioritasnya adalah mengatur perdagangan melalui sistem elektronik yang memungkinkan pengusaha berkembang.

Sebelumnya, Enggar juga meminta agar produk yang dijual di platform e-Commerce didominasi buatan lokal hingga 80 persen. Tujuannya, agar produk impor tidak membanjiri e-Commerce yang beroperasi di Indonesia. Persentase ini sebelumnya juga diterapkan di platform konvensional.

Terkait kelanjutan persentase produk, Enggar belum bisa memberi perkembangan lanjutan. Menurutnya, nanti akan kembali dilakukan pembahasan lebih mendalam untuk poin ini. "Intinya, di RPP ini, wajib membantu usaha dalam negeri," ucapnya.  

Dalam proses berikutnya, akan dikaji bagaimana barang dalam negeri bisa mendapatkan izin edar. Menurut Enggar, ada beberapa persyaratan yang tidak bisa Kemendag batasi tanpa melihat ketentuan atau fakta di lapangan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement