Kamis 02 Aug 2018 08:05 WIB

IFC: Potensi Green Bond di Indonesia 274 Miliar Dolar AS

Penerbitan instrumen green bond bertujuan membangun proyek hijau

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
International Finance Corporation (IFC) umumkan siap berinvestasi di green bond yang diterbitkan oleh PT Bank OCBC NISP Tbk, di Jakarta, Rabu, (1/8).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
International Finance Corporation (IFC) umumkan siap berinvestasi di green bond yang diterbitkan oleh PT Bank OCBC NISP Tbk, di Jakarta, Rabu, (1/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- International Finance Corporation (IFC) menilai, Indonesia merupakan pasar potensial bagi obligasi hijau atau green bond. Maka, lembaga keuangan anggota World Bank yang berfokus pada sektor swasta ini berkomitmen mendukung pasar obligasi hijau atau green bond di Tanah Air.

IFC bahkan memperkirakan, potensi di Indonesia untuk pendanaan hijau sekitar 274 miliar dolar AS pada 2030. "Ini potensial untuk digali dan perlu diterjuni," ujar Direktur Eksekutif IFC Philippe Le Houerou kepada wartawan di Jakarta, Rabu (1/8).

Perlu diketahui, penerbitan instrumen green bond bertujuan membangun proyek hijau. Dengan begitu dapat melawan perubahan iklim sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

"Akan ada bahaya kalau tidak menangani perubahan iklim. Maka pembangunan aset hijau seperti gedung hijau, efisiensi air, dan infrastruktur lebih baik akan bisa mengatasi perubahan iklim itu sendiri," jelas Philippe.

Bank Dunia pun memperkirakan, di akhir abad ini, perubahan iklim bakal merugikan Indonesia. Kerugiannya diperkirakan sekitar 2,5 persen dan tujuh persen dari Growth Development Product (GDP).

"Jadi kita bicara masa depan. Ini peluang besar di Indonesia, karena Indonesia dan Asia Tenggara tempatnya yang bisa bahaya terpengaruh perubahan iklim. Maka ini potensi besar, kita mulai dari Indonesia," tegasnya.

IFC kini telah berkomitmen untuk mendanai penerbitan green bond Bank OCBC NISP sebesar 150 juta dolar AS. Dengan begitu, ini akan menjadi bank komersial pertama di Indonesia yang terbitkan green bond.

Regional Director IFC Vivek Pathak menambahkan, perlu waktu panjang sebelum penerbitan green bond tersebut dilakukan. "IFC memulai pembicaraan soal green bond ke bank-bank di Indonesia sejak dua tahun lalu namun waktu itu mereka bilang tidak butuh," tutur Vivek pada kesempatan serupa.

Hanya saja setelah terus mendiskusikan pentingnya penerbitan green bond, kata dia, para bank itu menyatakan butuh pendanaan hijau lebih banyak. "Jadi benar ada pembiayaan dari sektor-sektor lain. Begitulah awal perjalanan ini berlangsung," katanya.

Setelah OCBC NISP, IFC mengaku tengah berdiskusi pula dengan para pemain lain. Diharapkan ke depannya, akan lebih banyak yang menerbitkan green bond.

Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan ketentuan tentang green bond yakni Peraturan OJK (POJK) Nomor 60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan. Otoritas menjelaskan, green bond hanya dilakukan untuk Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL), hal itulah yang membedakannya dengan obligasi konvensional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement