Kamis 02 Aug 2018 05:20 WIB

Divestasi Freeport, Mitsubishi Jadi Leader Sindikasi Bank

Bungany rendah, Bank Mitsubishi dipilih memimpin pembiayaan divestasi Freeport.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Reiny Dwinanda
Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ
Foto: REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri dan Media, Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurna mengungkapkan PT Inalum sudah mendapatkan sokongan dana untuk membayar transaksi divestasi Freeport. Ia menjelaskan The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd menjadi leader sindikasi bank ini.

Fajar mengatakan ada sekitar delapan sampai 11 bank yang siap memberikan kredit kepada Inalum. "Tergantung Inalum berapa yang bank terlibat, namun leader-nya Bank Mitsubishi. Nanti dia yang mengatur semuanya," ujar Fajar di Gedung Antara, Rabu (1/8).

Pemilihan bank asal Jepang tersebut sebagai leader bank pemberi pinjaman untuk Inalum salah satunya adalah karena bunga yang ditawarkan terbilang rendah dibandingkan penawaran lainnya. "Jepang menawarkan bunga paling kecil," ujar Fajar.

Baca juga: Inalum: Divestasi Freeport Seluruhnya Dibiayai Utang Asing

Fajar juga menjelaskan saat ini tahap yang harus diselesaikan oleh Inalum adalah penyelesaian sales purchase agreement dan shareholder agreement. Proses untuk menguasai 51 persen saham Freeport senilai 3,85 miliar dolar AS akan terangkum dalam satu paket bernama settlement agreement. Nantinya, settlement agreement tersebut akan menjadi salah satu lampiran di IUPK.

"Mereka itu nunggu IUPK. Di dalam IUPK itu ada lampiran lampiran. Antara lain, salah staunya soal keuangan, soal lingkungan, macam macam. Divestasi itu dinyatakan dalam settlement agreement," jelas Fajar.

Settlement agreement juga akan memuat kesepakatan kedua belah pihak terkait shareholder agreement. "Soal siapa yang mengoperasikan, komponen direksi, direktur siapa komisaris bagaimana akan diatur dalam shareholders agreement," ujar Fajar.

Pasca pemerintah menyerahkan IUPK tersebut, maka Inalum baru bisa melakukan transaksi pembayaran kepada Freeport Indonesia. "Settlement dulu, baru IUPK. Kalau settlement selesai, smleter dia mau, financial agreement mau, lingkungan dia sepakat. Baru bayar," papar Fajar.

Fajar mengatakan pemerintah sepakat saja apabila Freeport Indonesia masih hendak menjadi operator tambang Grasberg di Papua. Hanya saja, Freeport harus melibatkan pekerja dalam negeri agar ada transfer teknologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement