Ahad 29 Jul 2018 07:30 WIB

YLKI: Pencabutan DMO Batu Bara Berdampak pada PLN

Pencabutan DMO abtu bara dikhawatirkan membuat kondisi keuangan PLN memburuk

Tambang batu bara
Tambang batu bara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pemerintah untuk mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk batu bara. Sebagai ganti kebijakan DMO, akan diberlakukan harga internasional sebagaimana harga batu bara untuk ekspor.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (28/7), mengatakan penolakan itu didasari atas kekhawatiran kebijakan tersebut akan membuat kondisi finansial PT PLN (Persero) memburuk. "Jangan sampai formulasi ini akhirnya memberatkan finansial PT PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan keandalan PT PLN kepada konsumen listrik," katanya.

Tulus menilai rencana tersebut sebagai sebuah kemunduran lantaran selama ini harga DMO batu bara ditetapkan pemerintah, sebesar 70 dolar AS per metrik ton dan bukan berdasarkan harga internasional.

Jika wacana tersebut diterapkan, pemerintah dinilainya lebih pro kepada kepentingan pengusaha batu bara daripada kepentingan masyarakat luas yakni konsumen listrik. Padahal batu bara DMO selama ini digunakan untuk memasok pembangkit listrik PLN.

"Wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen," katanya.

Lebih lanjut, Tulus juga mengkritisi rencana pemerintah untuk meminta industri batubara membayar iuran dengan jumlah dana tertentu sebagaimana dilakukan pada industri sawit. Menurut dia, formulasi tersebut tidaklah elegan, bahkan cenderung merendahkan martabat PLN sebagai BUMN dengan aset terbesar di negeri ini.

"Bagaimana tidak merendahkan martabat dan derajad PT PLN, jika eksistensi dan 'cash flow' PT PLN harus bergantung pada dana iuran/saweran industri batubara. Formulasi macam apa ini? Kepentingan nasional tidak bisa direduksi dan tidak boleh tunduk demi kerakusan kepentingan pasar. Kami mendesak pembatalan wacana tersebut, demi kepentingan yang lebih besar dan lebih luas, yakni masyarakat/konsumen listrik di Indonesia," papar Tulus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement