REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Saham Facebook anjlok lebih dari 20 persen dalam perdagangan di Bursa Efek New York, setelah pendapatan dan pertumbuhan pengguna jejaring media sosial asal Amerika Serikat ini tak sesuai harapan investor, Rabu (25/7).
Perusahaan yang tengah menghadapi reaksi publik atas caranya menangani berita-berita palsu dan masalah pribadi ini menyebutkan hingga akhir Juni 2018, jumlah pengguna aktif Facebook mencapai 2,23 miliar orang per bulan. Pada periode yang sama 2017, jumlah pemakai aktif layanan jejaring sosial yang bermarkas di Menlo Park, Kalifornia, ini naik 11 persen.
Kenaikan jumlah pengguna Facebook sebesar 11 persen itu tercatat sebagai pertumbuhan terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir. Facebook juga memperingatkan para investor pertumbuhan pengeluaran perusahaan akan melampaui perolehan pendapatan 2019.
Menurut Facebook, perolehan pendapatannya diperkirakan melambat karena banyak orang kini menggunakan pilihan-pilihan baru untuk membatasi pengiklan. Perolehan pendapatan Facebook yang diperkirakan melambat itu juga terkait dengan pasar-pasar luar negeri yang kurang menguntungkan.
Facebook juga berencana menghabiskan miliaran dolar AS untuk memperbaiki caranya mengawasi konten, mencari para pengiklan, dan memperlakukan area-area data pengguna yang masuk dalam pengawasan regulator. Perusahaan pemilik aplikasi Instagram dan Whatsapp ini pun menanamkan modalnya di fitur-fitur baru, seperti realitas maya dan video.
Saham-saham Facebook semula rontok sekitar 12 persen dalam perdagangan setelah jam bursa normal tutup di Bursa Efek New York, namun kerugian tersebut karena Facebook memaparkan rencana-rencana pengeluarannya. Analis GBH Insights, Daniel Ives, mengatakan prakiraan Facebook ini bak mimpi buruk.
"Mereka menyajikan outlook yang sangat mengecewakan untuk paruh kedua 2018 dan 2019. Itu akan sangat memberatkan saham dalam waktu dekat," katanya.