Kamis 26 Jul 2018 12:50 WIB

Bank Sentral Dunia Manfaatkan Big Data

Big Data diperlukan untuk mendukung proses perumusan kebijakan

Layanan keuangan digital (ilustrasi)
Foto: ICET.ORG
Layanan keuangan digital (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto mengatakan, bank-bank sentral di seluruh dunia kini tak mau ketinggalan untuk memanfaatkan Big Data. Big Data dimanfaatkan untuk mendukung proses perumusan kebijakan.

"Saya senang menyadari bahwa pangsa bank-bank sentral yang telah memasukkan Big Data Analiytics ke dalam proses pembuatan kebijakan dan pengawasan mereka, telah meningkat secara signifikan dari 30 persen pada 2015 menjadi hampir 60 persen pada 2017," ujar Erwin dalam Seminar Internasional Big Data bertemakan Building Pathways for Policy Making with Big Data di Bali, Kamis (26/7).

Big Data secara sederhana dapat didefinisikan sebagai data dalam volume yang sangat besar, beragam, serta tercipta dengan sangat cepat. Saat ini kita memasuki era ekonomi dan keuangan digital, yang ditandai dengan revolusi industri keempat atau revolusi digital.

Revolusi industri pertama ditandai dengan lahirnya mesin uap, revolusi industri kedua ditandai dengan munculnya listrik dan produksi massal, dan revolusi industri ketiga ditandai dengan munculnya teknologi internet, revolusi industri keempat adalah fase dimana hampir semua sendi kehidupan kita telah tersentuh teknologi digital, seperti smartphone, Internet of Things (IoT), dan Artificial Intelligence (AI).

Teknologi tersebut mampu merubah banyak hal dalam kehidupan masyarakat, antara lain cara kita membuat keputusan, cara kita berinteraksi dengan orang lain, dan sekaligus telah mendorong munculnya model-model bisnis baru yang jauh lebih efisien dan inovatif.

Pemanfaatan teknologi digital yang makin meluas itulah yang menciptakan ledakan informasi maupun banjir data (data deluge), yang dikenal dengan Big Data tadi.

The Irving Fisher Committee on Central Bank Statistics (IFC) dari Bank for International Settlements (BIS) pada 2015 telah melakukan survei terhadap seluruh bank sentral anggota IFC terkait minat dan pemanfataan Big Data Analytics di bank sentral.

Dari pelaksanaan survei tersebut diperoleh beberapa kesimpulan, salah satunya yaitu terdapat minat yang kuat dalam pemanfaatan Big Data Analytics di bank sentral, namun bank sentral yang telah menggunakan Big Data Analytics secara regular atau telah memulai inisiatif dalam bentuk pilot project masih sangat terbatas.

Selain itu, Big Data Analytics dapat bermanfaat dalam mendukung perumusan kebijakan bank sentral, mendukung analisis moneter, makroprudensial, dan stabilitas sistem keuangan, serta menciptakan kebutuhan informasi dan riset baru.

Kemudian, tantangan utama dalam pemanfaatan Big Data Analytics di bank sentral antara lain eksplorasi Big Data merupakan proses yang kompleks, belum adanya tata kelola yang jelas dalam pemanfaatan Big Data, serta keterbatasan waktu, biaya, dan SDM untuk pengembangan Big Data.

"Meskipun penerapan Big Data menghadirkan berbagai tantangan, adopsi yang lebih luas ini menunjukkan bahwa Big Data telah membuktikan manfaatnya bagi kita pembuat kebijakan," kata Erwin.

Erwin menuturkan, pemanfaatan Big Data Analytics di Bank Indonesia sendiri telah diinisiasi pada Oktober 2014. Pemanfaatan Big Data Analytics di Bank Indonesia diharapkan dapat memperkuat proses perumusan kebijakan di Bank Indonesia, baik di sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, maupun sistem pembayaran.

Manfaat Big Data Analytics bagi Bank Indonesia setidak-tidaknya dapat diperoleh dari beberapa area antara lain pertama, tersedianya indikator-indikator baru secara lebih cepat dan lebih sering (high frequency) untuk mengatasi isu lag data yang seringkali dihadapi dalam perumusan kebijakan, sehingga dapat menjadi leading indicator dari sumber data utama.

Kedua, pemetaan keterkaitan antarpelaku keuangan (termasuk di dalamnya bank, lembaga keuangan nonbank, maupun korporasi) secara lebih baik melalui pemanfaatan Network Analysis guna memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan.

Lalu, tersedianya indikator-indikator terkait perilaku para pelaku ekonomi (behavioural analytics) melalui analisis dan pembelajaran terhadap data transaksional dan data yang tidak terstruktur, seperti pemberitaan dan media sosial. Terakhir, BI dapat memantau ekspektasi dan persepsi publik atas kebijakannya secara lebih akurat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement