Kamis 26 Jul 2018 05:30 WIB

Konsumen Indonesia Paling Banyak Mengadukan Soal Perumahan

Jumlah pengaduan mengenai perumahan mencapai 85,89 persen

Penjaga stan menjelaskan tentang harga rumah dan fasilitasnya kepada calon konsumen saat pameran perumahan di Jakarta, Ahad (13/5).
Foto: Republika/Prayogi
Penjaga stan menjelaskan tentang harga rumah dan fasilitasnya kepada calon konsumen saat pameran perumahan di Jakarta, Ahad (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat bahwa pengaduan konsumen paling tinggi selama semester I 2018 didominasi laporan tentang perumahan atau apartemen. Jumlah aduannya mencapai 85,89 persen dari total aduan yang ada.

Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sitinjak mengatakan bahwa, total laporan masyarakat terkait permasalahan di sektor perumahan mencapai 207 laporan dari total 241 kasus yang dilaporkan kepada lembaga tersebut. Pokok masalah yang paling sering dikeluhkan adalah terkait hak berupa sertifikat yang tidak diberikan atau statusnya tidak jelas.

"Pengaduan yang masuk ke BPKN periode Januari-Juni 2018 meningkat hampir 10 kali lipat dibandingkan pada 2015. Yang paling mendominasi pengaduan kita adalah sektor perumahan, itu paling tinggi," kata Rolas, Rabu (25/7).

Berdasarkan catatan BPKN, ada sebanyak 108 kasus yang masuk klasifikasi pengaduan konsumen perumahan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sementara sebanyak 99 kasus masuk klasifikasi pengaduan konsumen perumahan melalui developer.

Selain masalah hak berupa sertifikat tidak diberikan atau statusnya tidak jelas, masalah lain yang dilaporkan adalah penetapan iuran pemeliharaan lingkungan secara sepihak, pembatalan pemesanan unit, status kepemilikan tidak jelas, jadwal serah terima terlambat, perubahan rencana tapak, dan pengenaan biaya di luar perjanjian.

"Kami bisa memediasi antara pelaku usaha dan konsumen, hingga akhirnya konsumen mendapatkan haknya," kata Rolas.

Tercatat, total laporan yang masuk ke BPKN pada Januari hingga Juni 2018 sebanyak 241 aduan. Total jumlah aduan tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2015 yang sebanyak 28 aduan, pada 2016 menjadi 46 aduan, dan pada 2017 menjadi 106 aduan.

"BPKN bisa menyelesaikan sebanyak 50 persen kasus yang masuk, itu karena, keseriusan penanganan saja yang menjadi kunci. Kami memanggil pemangku kepentingan. Sementara lainnya diberikan rekomendasi kepada para pemangku kepentingan lainnya," kata Rolas.

Beberapa kasus lain yang dilaporkan ke BPKN antara lain adalah soal pembiayaan konsumen, transportasi, perbankan, e-dagang, jasa pendidikan, barang elektronik, jasa ekspedisi, kendaraan bermotor, biro perjalanan atau travel, produk fesyen, jasa hiburan, dan listrik.

Selama empat periode, BPKN telah menyampaikan kurang lebih 152 rekomendasi kepada pemerintah termasuk didalamnya rekomendasi yang bersifat pencegahan, seperti pelauanan kesehatan, penyelenggaraan umroh, keamanan pangan, dan keamanan pangan jajan anak sekolah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement