Selasa 24 Jul 2018 15:33 WIB

Mendag RI Minta Dukungan Importir AS Terkait GSP

Pemerintah AS akan meninjau kembali pemberian fasilitas GSP untuk Indonesia

Bendera Indonesia dan Amerika Seikat
Foto: Ilustrasi
Bendera Indonesia dan Amerika Seikat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) RI Enggartiasto Lukita menggalang dukungan dari importir asal Amerika Serikat (AS) terhadap kebijakan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan pemerintah AS untuk Indonesia. Enggartiasto mengatakan langkah tersebut dilakukan sehubungan dengan rencana pemerintah Amerika Serikat yang akan melakukan peninjauan kembali pemberian fasilitas tersebut kepada Indonesia.

Para importir AS tersebut membutuhkan skema GSP untuk menunjang keberlangsungan bisnis mereka. "Indonesia memahami ada review atas penerima GSP. Namun, Indonesia berharap hasil review tidak menganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS yang selama ini memanfaatkan skema GSP," kata Enggartiasto dalam keterangan tertulis, Selasa (24/7).

Enggartiasto menambahkan, tanpa skema GSP tersebut, harga produk buatan AS akan mengalami kenaikan dan menyebabkan terganggunya daya saing produk-produk tersebut. Para importir terlibat aktif dalam rapat dengar pendapat bersama Pemerintah AS selama proses peninjauan ulang atas negara-negara yang mendapat GSP.

photo
Perang dagang Amerika Serikat-Indonesia.

Menurutnya, GSP memberikan manfaat besar baik bagi ekspor Indonesia maupun industri dalam negeri AS. GSP merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk (nol persen) terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang.

Indonesia merupakan salah satu negara penerima fasilitas tersebut. Pada April 2017, Pemerintah AS meninjau ulang beberapa negara yang selama ini menjadi penerima skema GSP AS, termasuk Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan tengah menggalang dukungan para importir produk Indonesia di AS untuk melakukan pendekatan kepada pemerintah AS, sebagai upaya mengamankan akses pasar produk Indonesia di negara tersebut.

Pada 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP l bernilai 1,9 miliar dolar AS. Angka tersebut masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar 5,6 miliar dolar AS, Thailand 4,2 miliar dolar AS, dan Brasil 2,5 miliar dolar AS.

Baca juga, Kemenperin Siapkan Jurus Tangkal Dampak Perang Dagang

Produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS dan masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.

Selain untuk meminta dukungan soal pemberian program GSP tersebut, langkah tersebut juga dilakukan untuk menghadapi kenaikan tarif impor besi baja dan aluminium dari Amerika Serikat. Kenaikan bea masuk produk besi baja dan aluminium tidak hanya akan merugikan Indonesia sebagai eksportir, tetapi juga pelaku usaha AS.

"Biaya produksi pelaku usaha AS mereka akan meningkat, bahkan pasokan untuk proses produksi dapat terganggu. Akhirnya dapat merugikan daya saing perusahaan AS juga," kata Enggartiasto.

Para importir baja AS yang hadir dalam pertemuan mengatakan kenaikan bea masuk dapat membuat produk baja impor tidak kompetitif serta menahan laju pertumbuhan industri. Mereka mengakui produk Indonesia berkualitas baik dan produk tersebut memang tidak diproduksi oleh AS.

Sehingga, hal tersebut semestinya tidak menjadi ancaman bagi industri baja AS. Keputusan pengenaan tarif impor sebesar 25 persen untuk produk baja dan 10 persen untuk produk aluminium telah ditandatangani Presiden AS Donald Trump pada 18 Maret 2018 lalu.

Ekspor produk besi baja Indonesia ke AS pada tahun 2017 tercatat sebesar 112,7 juta dolar AS atau hanya 0,3 persen pangsa pasar AS. Nilai ini disebabkan oleh penerapan bea masuk antidumping dan countervailing duty yang telah berlangsung cukup lama.

Sementara itu ekspor aluminium ke AS tercatat sebesar 212 juta dolar AS dan pangsa pasar 1,2 persen pada 2017. Bagi Indonesia, nilai ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50 persen ekspor aluminium Indonesia ke dunia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement