REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika meminta Indonesia tidak disamakan dengan negara Eropa dalam hal pengembangan mobil listrik.
"Jangan samakan Indonesia dengan Eropa. Di Swedia, Denmark, itu beberapa tahun terakhir investasi untuk energi terbarukan besar sekali," kata Putu dalam Forum Group Discussion bertajuk `Senjakala Industri Komponen Otomotif di Era Mobil Listrik' di Jakarta, Rabu (18/7).
Selain itu, Eropa juga memberikan berbagai insentif untuk produksi mobil yang ramah lingkungan, termasuk mobil listrik. Pada 2025 Di Jerman, mobil listrik dibebaskan dari pajak tahunan dalam jangka waktu lima tahun sejak tanggal pendaftaran pertama.
Selain itu, negara ini juga membebaskan pajak kendaraan listrik selama lima tahun untuk lisensi di bawah 2020. Sedangkan Prancis pada 2040, memberikan sistem bonus asuransi `Malus', di mana mobil baru dengan emisi CO2 di bawah 125 gram per kilometer menerima premium.
Kemudian, penghargaan `Electromobile City Trophy' untuk otoritas regional terhadap pengembangan mobil listrik. Selain itu, pemerintah Prancis memberikan pendanaan pengembangan Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) oleh Badan Lingkungan dan Manajemen Energi.
Negara lain di Eropa yang termasuk pemberi insentif paling banyak dalam pengembangan mobil listrik adalah Norwegia, yang memberikan insentif bagi pembangunan SPLU 10 ribu NOK atau tempat parkir. Kemudian, bebas uang parkir di pusat kota dan uang tol sebagai dampak dari perhitungan biaya emisi.
Kemudian, penggunaan jalur bus dan jalur kolektif di kota-kota. Terdapat pula 400 stasiun yang menyediakan listrik dan parkir gratis. Terakhir, penerapan pajak emisi. Menurut Putu, dalam mengembangkan mobil listrik, Indonesia akan melakukannya secara bertahap.
Ia menambahkan, baterai merupakan komponen paling vital dalam pengembangan mobil listrik. Untuk itu, pemerintah berupaya menarik investasi dengan pemberian insentif.
"Kami juga mempersiapkan tax holiday bagi investor yang akan memproduksi baterai untuk kendaraan listrik. Sejauh ini, baru Pertamina yang melakukan kajian. Namun, belum mendapatkan tax holiday. Nanti kalau sudah investasi, baru bisa dapat," tuturnya.