REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Total pembiayaan untuk sektor properti di Indonesia pada Mei 2018 tumbuh 11,4 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya atau menembus Rp 840,3 triliun. Bank sentral menyatakan sebagian besar ditopang kredit properti bank domestik.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Filianingsih Hendarta mengatakan kredit properti dalam negeri hingga Mei 2018 mencapai Rp 741,7 triliun, kemudian pembiayaan bersumber dari Utang Luar Negeri (ULN) sebesar Rp 80,6 triliun dan Surat Berharga Dalam Negeri Rp 18 triliun.
"Pertumbuhan sumber pembiayaan di sektor properti menunjukkan tren yang meningkat selama setahun terakhir, terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit properti yang berasal dari dalam negeri," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/7).
Fili mengklaim relaksasi nilai kredit dari total agunan (Loan to Value) yang dilakukan di Agustus 2016 juga telah berefek jangka menengah dan menopang pertumbuhan KPR hingga saat ini. Hal itu yang membuat Bank Sentral melonggarkan kembali rasio LTV hingga penghapusan total LTV untuk rumah pertama semua tipe pada 1 Agustus 2018.
Adapun di Mei 2018, KPR terangkat 12,75 persen (yoy), atau naik dua kali lipat pertumbuhannya dalam dua tahun terakhir ketika pada Mei 2016, KPR hanya tumbuh moderat di 6,21 persen (yoy). KPR juga melampaui pertumbuhan kredit rata-rata perbankan yang pada Mei 2018 baru tumbuh 10,26 persen (yoy).
Pertumbuhan KPR tertinggi disalurkan untuk pembiayaan hunian flat/apartemen tipe 22-70 meter persegi dan lebih dari 70 meter persegi, serta rumah tapak tipe 22-70 meter persegi dan lebih dari 70 meter persegi. "Kemampuan bayar dari debitur juga masih sangat baik, sehingga KPR masih bisa terus terangkat di pertengahan tahun ini," ujar dia.
Bank Sentral memproyeksikan pertumbuhan KPR dapat tumbuh hingga 13,46 persen (yoy) di akhir 2018. Hal itu karena stimulus dari pembebasan LTV untuk rumah pertama semua tipe yang diterapkan per 1 Agustus 2018 mendatang.