REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog menargetkan beras saset sudah tersebar di seluruh Indonesia pada September 2018. Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Bulog Imam Subowo mengatakan ada beberapa proses yang perlu dipersiapkan agar beras saset tersebar di seluruh Indonesia.
“(Prosesnya) memang ada suatu terkait kemasannya. Kedua juga mesin harus dijagain. September harus sudah (tersebar) semua. Tapi intinya kita akan tambah terus,” kata Imam di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (9/7).
Banyaknya beras saset yang tersebar di seluruh Indonesia, menurut Imam bukan menjadi target utama. Paling tidak, kata dia, di setiap titik di Indonesia sudah tersedia terlebih dahulu. Dalam waktu dekat Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bengkulu sudah mulai tersebar beras saset.
Saat ini, penjualan beras saset dibanderol sebesar Rp 2.500 setiap kemasan yang berisi sebanyak 200 gram. Imam menegaskan, harga tersebut berlaku di seluruh Indonesia meski kemungkinan nantinya bisa saja ada penyesuaian.
“Nanti kita lihat perkembangannya, seperti apa termasuk juga di wilayah Indonesia Timur. Karena nantinya yang produksi di daerah masing-masing, misalnya di Sumatra Barat ya nanti yang produksi (beras saset) dari Sumatra Barat,” jelas Imam.
Baca juga, Bulog: Beras Saset Disambut Baik.
Sebelum tersebar pada September, Bulog juga menargetkan pada akhir Juli ini seluruh Indonesia bisa memproduksi terlebih dahulu. Bulog optimistis terkait berhasilnya penjualan beras saset tersebut karena permintaan sejak awal Juni 2018 diuji coba hingga saat ini memiliki respons yang baik.
Pengamat pertanian, Khudori, menilai penjualan beras saset tak efektif. "Dengan kemasan kecil itu bakal membuat biayanya tinggi baik untuk keperluan kemasan maupun distribusinya," ujar Pengamat Pertanian Khudori, Ahad (8/7).
Beras ukuran 200 gram tersebut diakui Khudori bisa dibeli masyarakat dengan harga Rp 2.500 per saset. Beras bisa segera dimasak untuk kemudian dikonsumsi sekitar tiga hingga empat orang.
Itu artinya, ia melanjutkan, beras saset memudahkan warga berdaya beli rendah untuk mengakses beras. Namun dalam praktik sehari-hari, warga miskin sudah mengakses membeli beras di toko kelontong dalam bentuk literan, bukan kiloan. "Memang ada yang jual dan beli kiloan. Tapi toko kelontong juga melayani pembelian literan," ujarnya.
Pembelian paling kecil adalah setengah liter atau sekitar 350 gram. Dengan harga beras Rp 8.500 per liter, berarti maayarakat harus merogoh kocek sebesar Rp 4.259 untuk setengah liter beras. "Jadi, dalam praktik sehari-hari itu sudah terjadi. Bukan hal baru," katanya. Menurutnya, ada pertanyaan terpenting dari rencana tersebut yaitu bagaimana distribusi beras akan dilakukan agar tidak mahal.