Ahad 08 Jul 2018 00:49 WIB

Diplomasi Perdagangan Musti Diperkuat Kala 'Perang' AS-Cina

Penguatan diplomasi diperlukan sebagai persiapan peningkatan proteksi pasar AS

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping di Great Hall of the People di Beijing, Cina, Kamis (9/11).
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping di Great Hall of the People di Beijing, Cina, Kamis (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan pemerintah harus memperkuat diplomasi perdagangan untuk beradaptasi dengan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) versus Cina. Diplomasi dagang penting agar Indonesia tetap mendapat perlakuan fair di tengah kondisi perang dagang ini. 

"Jadi ada dampak secara jangka pendek dan jangka menengah. Kalau kita melihat dampak dari perang dagang ini, maka yang harus dilakukan adalah memperkuat diplomasi dagang Indonesia," ujar Faisal ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Sabtu (7/7). 

Dia melanjutkan, penguatan ini dilakukan sebagai persiapan atas peningkatan proteksi pasar oleh AS. Proteksi ini memungkinkan AS menaikkan tarif impor, bukan hanya kepada Cina, tetapi juga negara-negara lain termasuk Indonesia. 

Kemungkinan lainnya, ekspor Indonesia bisa terhambat, tetapi impor bisa jadi meningkat. Perang dagang juga memungkinkan adanya potensi pengalihan ekspor produk Cina ke Indonesia. "Tanpa ada diplomasi dagang yang kuat, defisit perdagangan Indonesia akan semakin lebih besar," tambah Faisal. 

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, mengatakan pemerintah sebaiknya cepat mengantisipasi  dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) versus Cina. Menurutnya, daya saing produk ekspor Indonesia harus terus ditingkatkan untuk mengimbangi situasi ini. 

"Kondisi ini harus benar-benar diantisipasi dan dicermati. Sebab nantinya ada beberapa kemungkinan. Bisa saja produk-produk China masuk lebih banyak ke Indonesia, apalagi dengan kurs Yuan yang lebih murah," ujar Hendrawan lewat pesan singkat kepada Republika, Sabtu. 

Dampak lainnya, lanjut dia, bisa juga kekosongan produk China di AS diisi dengan produk dari negara lain, termasuk Indonesia. "Jadi impor kita bisa naik, ekspor juga bisa naik. Tergantung kesiapan dan kesigapan kita. Yang penting, daya saing ekspor kita harus  ditingkatkan," tutur dia. 

Hendrawan mengingatkan sebaiknya volume ekspor yang naik tidak boleh sejalan dengan dorongan pelemahan terhadap nilai tukar rupiah. "Seharusnya, ekspor naik karena kualitas yang membaik dan harga yang bersaing. Juga karena inovasi dan aplikasi teknologi yang lebih baik," ungkapnya. 

Dia menambahkan, pemerintah sebaiknya cermat dalam melakukan strategi adaptasi dengan perang dagang ini. Sebab, menurutnya adaptasi tidak dapat dilaksanakan secara singkat. 

"Kekuatan ekonomi tumbuh secara evolutif dan akumulatif. Strategi diversifikasi pasar, penciptaan nilai tambah melalui hilirisasi, dan menarik investasi langsung perusahaan-perusahaan dunia yang berdaya saing tinggi harus terus diusahakan," tegasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement