Jumat 06 Jul 2018 17:14 WIB

Ekonomi dan Keuangan Syariah Harus Terus Dimasyarakatkan

Sistem perbankan syariah di Indonesia masih dalam masa pertumbuhan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Konferensi Pengenalan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Grha Sabha Pramana, UGM.
Foto: Wahyu Suryana.
Konferensi Pengenalan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Grha Sabha Pramana, UGM.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekonomi maupun perbankan syariah. Sayangnya, itu belum dapat dimanfaatkan maksimal karena pemahaman ekonomi maupun perbankan syariah belum terlalu membumi di tengah-tengah masyarakat.

Hal itu mengemuka dalam konferensi bertajuk Pengenalan Ekonomi dan Keuangan Syariah yang digelar situs kursus daring Indonesia X. Konferensi menghadirkan praktisi-praktisi dari sejumlah perguruan tinggi Indonesia.

Ada Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (UI) Rahmatina A Kasri, Koordinator Magister Ekonomi Keuangan Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Achmad Tohirin, dan Pakar Prodi Ekonomi Islam Universitas Diponegoro (Undip) Fuad Mas'ud.

Dalam kesempatan itu, Founder dan CEO Indonesia X, Lucy Pandjaitan, bertindak sebagai moderator. Konferensi dibuka Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono dan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid.

Rektor UGM, Panut Mulyono, mengatakan sistem perbankan syariah di Indonesia masih dalam masa pertumbuhan. Sampai saat ini, pangsa pasarnya masih pula kecil yang baru sekitar lima persen.

Untuk itu, Indonesia tentunya diharapkan mampu membuat sistem perbankan syariah mengalami pertumbuhan dengan baik. Sebab, akan sangat disayangkan jika potensi berupa penduduk Muslim yang besar tidak bsia dimanfaatkan.

"Caranya, literasi masyarakat terhadap sistem perbankan syariah harus ditingkatkan, jika banyak orang yang mengetahui manfaatnya, ke depan sistem perbankan syariah di Indonesia akan sangat maju," kata Panut, di Grha Sabha Pramana, Jumat (6/7).

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, menuturkan pengenalan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia harus disesuaikan dengan zaman. Sebab, pengenalan vital dilakukan kepada generasi muda yang tentu sudah memiliki dimensi yang berbeda.

Terlebih, perubahan zaman membuat terjadinya perubahan permainan, perubahan karakter konsumen, perubahan teknologi dan perubahan tuntutan penggunanya. Selain itu, harus dipahami kehadiran pemain-pemain baru dan perubahan regulasi yang ada.

"Untuk itu, kesuksesan pengenalan menuntut pendekatan yang berbeda, dan kita harus adaptif atas pendekatan-pendekatan yang sesuai zamannya," ujar Fathul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement