Jumat 06 Jul 2018 05:45 WIB

BKF: Kebijakan Penyederhanaan Tarif Cukai Terus Dilanjutkan

Kebijakan ini untuk mencegah industri rokok membayar tarif cukai lebih rendah

Cukai rokok (ilustrasi).
Foto: bea cukai
Cukai rokok (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan pemerintah konsisten menjalankan kebijakan penyederhanaan layer (simplifikasi) tarif cukai rokok. Kebijakan ini dinilai akan mendorong penerimaan cukai bagi negara.

"Karena itu saya optimistis kebijakan ini akan terus dilanjutkan," kata Suahasil di Jakarta, Kamis (5/7).

Suahasil menjelaskan kebijakan ini menutup celah bagi pabrikan rokok untuk membayar tarif cukai lebih rendah sehingga tidak akan lagi ada kebocoran pada keuangan negara. "Dengan adanya simplifikasi ini tentu mampu menaikkan pendapatan dari cukai. Seharusnya begitu. Semoga kepatuhan juga membaik," ucap dia.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kementerian Keuangan Nugroho Wahyu menambahkan, selain mengurangi kecurangan pembayaran cukai, penyederhanaan layer tarif juga akan membuat kebijakan lebih efektif. "Penyederhanaan sistem cukai akan mengefektifkan kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara," kata Nugroho.

Untuk tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai sebesar Rp194,1 triliun, di mana sebesar 96,4 persen penerimaan cukai berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT). "Dampaknya untuk penerimaan iya, ini akan naik. Jadi cukai rokok ini cair sekali," tutur Nugroho.

Penyederhanaan layer tarif cukai rokok diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 Tentang Tarif Cukai Tembakau. Untuk tahun ini, layer tarif cukai rokok berjumlah 10. Dari 2019 sampai 2021 nanti, tarif cukai rokok disederhanakan setiap tahunnya menjadi 8, 6, dan 5 layer.

Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Amir Uskara menyatakan sebelum adanya kebijakan pemangkasan layer tarif cukai rokok, banyak pabrikan yang berbuat curang. "Kadang yang produksi 3 miliar per batang dikurangi jadi 2,9 miliar per batang supaya tidak kena. Karena itu, dari dulu kami minta Kementerian Keuangan untuk meminimalisasi," ucap Amir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement