Selasa 03 Jul 2018 18:59 WIB

Cukai Plastik Belum Disepakati Antarkementerian

Cukai gula dan beras dinilai bisa menjadi pilihan ekstensifikasi cukai.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nur Aini
Sampah plastik. Ilustrasi
Foto: Huffpost
Sampah plastik. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan masih belum bisa menjalankan program ekstensifikasi cukai untuk kemasan plastik. Hal itu lantaran belum ada kesepakatan di level antarkementerian.

"Masih menunggu rapat antarkementerian. Kita sih berharap tahun ini bisa dilakukan. Ada potensi sekitar Rp 500 miliar dan saya kira itu cukup lumayan untuk menambah penerimaan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Nugroho Wahyu dalam diskusi di Jakarta, Selasa (3/7).

Nugroho mengatakan, penerimaan cukai plastik sudah tertera dalam APBN 2018 sehingga perlu dikenakan tahun ini. Ia meyakini sinergi Kementerian saat ini sudah lebih baik sehingga aturan tersebut bisa segera diimplementasikan.

"Koordinasinya karena untuk merah putih semoga ke depan bisa lebih cepat," kata Nugroho.

Ia mengatakan, penerapan cukai plastik diperlukan terutama karena sampah plastik telah mencemari lingkungan. Selain itu, penerapan kantong plastik berbayar dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

"Karena kemarin dengan pengenaan di minimarket itu tidak terlalu pas. Itu uangnya untuk apa yang menggunakan siapa. Jadi kita siapkan cukai plastik," ujarnya.

Ia menyebutkan, penerimaan cukai Indonesia masih didominasi oleh barang hasil tembakau sebanyak 96,4 persen. Sementara, sisanya disumbangkan oleh cukai etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol. Penerimaan cukai pada 2017 adalah sebesar Rp 153,4 triliun atau 11,4 persen dari total penerimaan perpajakan yang sebesar Rp 1.344 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan cukai hingga akhir Juni 2018 adalah sebesar Rp 50,2 triliun atau 32,3 persen dari target sebesar Rp 155,4 trilun.

Sementara itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, pemerintah memiliki sejumlah opsi untuk melakukan ekstensifikasi cukai. Ia menyebut, selain plastik, cukai juga bisa dikenakan untuk gula dan beras.

Ia mengatakan, cukai untuk gula adalah hal yang realistis karena dapat memicu penyakit diabetes. Ia mengaku, penyakit itu telah menjadi penyakit terbesar ketiga di Indonesia.

"Gula memungkinkan untuk dikenakan cukai. Mengurangi gula, misalnya, itu lebih realistis karena ada substitusinya seperti daun stevia," katanya.

Meski begitu, Aviliani meyakini kebijakan tersebut perlu dilakukan secara bertahap dengan mengutamakan aspek sosialisasi. Ia mengaku, saat ini ekstensifikasi cukai kerap berfokus pada aspek regulasi.

"Perlu ada sosialisasi terus ke masyarakat. Biasanya pemerintah kalau regulasi sudah jadi buru-buru diterapkan. Sosialisasi itu penting supaya tidak membuat kejutan," kata Aviliani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement