Selasa 03 Jul 2018 05:39 WIB

Menkeu Sri: Indonesia Waspadai Perang Dagang Cina-AS

Gejolak tersebut bisa menimbulkan tekanan ke pertumbuhan ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah Indonesia mewaspadai dinamika kebijakan perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina. Ketegangannya diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu  panjang.

"Indonesia perlu untuk mewaspadai bahwa terjadi dinamika yang tinggi antara negara-negara Barat dan RRC. Dan itu dampaknya menimbulkan spillover," kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/7).

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan, gejolak tersebut akan membuat beberapa indikator mengalami pergerakan dan bisa menimbulkan tekanan ke pertumbuhan ekonomi.

"Kita dihadapkan suasana global yang bergerak. Memang dampaknya dengan suku bunga (BI) naik, mungkin pertumbuhan ekonomi akan tertekan itu tidak bisa dihindari," ucap Sri Mulyani.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, situasi dunia saat ini mengalami kondisi normal baru (new normal). Dalam situasi ini tingkat suku bunga meningkat, adanya ketidakpastian karena perang tarif, serta perubahan harga minyak.

Penyesuaian akibat membaiknya perekonomian di AS masih akan terus berlangsung, dan reaksi dari negara-negara lain yang terpengaruh kebijakan AS di bidang perdagangan juga sedang dimulai.

"(Presiden AS) Trump itu bisa setiap saat melakukan pernyataan yang bisa mengubah kebijakan ekonomi dunia. Trump bahkan juga meminta timnya melakukan review prinsip-prinsip di WTO," kata dia.

Menkeu menilai berbagai kondisi tersebut pasti akan dicerna oleh pasar. Seluruh situasi ini akan berjalan sampai tahun depan, atau sampai seluruh siklus kenaikan suku bunga The Fed sudah dicerna pasar secara lebih normal.

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah akan terus menjaga dampak turunannya terhadap ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mencoba melakukan bauran kebijakan untuk mengisi kebijakan suku bunga dan relaksasi kredit oleh Bank Indonesia (BI). "Kami lakukan di fiskal melalui insentif, pajak, dan juga sisi belanja. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan di perekonomian kita," ujar dia.

Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuannya BI 7 Days Reverser Repo Rate sebesar 50 basis poin. Dengan kenaikan itu, kini suku bunga ditetapkan sebesar 5,25 persen dari sebelumnya 4,75 persen.

Baca juga,  Rupiah Tertekan, Suku Bunga Acuan Naik Hingga 50 Bps.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, langkah ini diambil demi menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah berbagai tekanan global, terutama dari Amerika Serikat (AS). "Keputusan ini berlaku efektif mulai Jumat 29 Juni 2018," ujar Perry di gedung BI, Jakarta, Jumat, (29/6).

Tidak hanya suku bunga acuan, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 50 basis poin, masing-masing menjadi 4,5 persen serta 6 persen.

Perry pun menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan a head of the curve menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara. Ditambah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Kebijakan tersebut tetap ditopang dengan kebijakan intervensi ganda di pasar valas dan di pasar surat berharga negara serta strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antarbank," kata Perry.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement