REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur PT Citigroup Sekuritas Indonesia Hasan Ukim menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate hingga 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen sudah tepat. Peningkatan tersebut bisa menjaga nilai tukar rupiah.
"Itu salah satu cara BI supaya currency kita terjaga, karena tekanan eksternal memang cukup kuat ya," ujar Hasan saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin.
Menurut Hasan, kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral diperlukan untuk menjaga kepercayaan pasar dan dan membendung tekanan eksternal. Apabila BI tidak bergerak, kepercayaan pelaku pasar akan semakin berkurang."Jadi BI lakukan itu untuk menjaga confidence dan harus membuat volatilitas di market (pasr) jadi tidak terlalu 'volatile'," kata Hasan.
Ia memprediksi di sisa tahun ini bank sentral akan kembali menaikkan suku bunga acuan satu kali lagi sebesar 25 basis poin apabila gejolak eksternal terutama terkait perang dagang (trade war) Amerika Serikat dan Cina terjadi. Namun kalau trade war tidak ada, tak perlu dinaikkan. "Tergantung pergerakan eksternal. Tapi kenaikan yang sekarang ini pre-emptive BI kan, ini good move," ujar Hasan.
Bank Indonesia sendiri meyakini dosis kenaikan bunga acuan yang di luar ekspetasi, hingga 50 basis poin menjadi 5,25 persen Juni 2018 ini, akan menarik investor asing kembali ke pasar keuangan sehingga dapat memulihkan nilai tukar Rupiah.
"Ini akan membawa imbal hasil pasar keuangan Indonesia khususnya fix income (instrumen pendapatan tetap) yang menarik, dengan mempertimbangkan risiko yang kompetitif dan menarik bagi investor, termasuk investor asing," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (29/6) lalu.
Semakin derasnya investasi asing akan memperbaiki suplai valuta asing di pasar keuangan domestik sehingga permintaan yang tinggi terhadap dolar AS tidak akan menekan nilai tukar Rupiah.
Per Jumat, 29 Juni 2018 ini, rupiah di pasar spot sudah diperdagangkan melebihi Rp14.400 per dolar AS atau rekor terlemah Rupiah di tahun ini. Secara tahun berjalan, Rupiah sudah melemah 5,72 persen (year to date/ytd).
Baca juga, Dolar AS Kembali Menguat Terhadap Rupiah.
Perry menekankan kenaikan bunga acuan hingga 50 basis poin ini murni karena langkah antisipasi untuk membendung tekanan eksternal. Ia menekankan tidak ada faktor tekanan dari domestik, karena laju inflasi hingga Mei 2018 yang semakin terkendali di 3,23 persen (yoy).
Tekanan eskternal, antara lain, bersumber dari rencana empat kali kenaikan suku bunga Federal Reserve, Bank Sentral AS, dan rencana normalisasi Bank Sentral Eropa pada September 2018, serta tekanan dari memanasnya perang dagang China dan AS.
"Keputusan kenaikan bunga ini merupakan kebijakan moneter lanjutan yang pre-emptive (antisipatif), ahead of the curve (selangkah lebih maju) dan front loading," katanya.