Senin 25 Jun 2018 23:51 WIB

PNBP Melonjak Berkat Kenaikan Harga Komoditas

Komoditas yang mengalami kenaikan signifikan adalah minyak dan mineral

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers tentang kinerja APBN di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (25/6).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers tentang kinerja APBN di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga akhir Mei 2018 mencapai Rp 145 triliun atau 52,6 persen dari target APBN 2018. Kenaikan ini antara lain disebabkan meningkatnya harga komoditas, terutama harga minyak bumi dan batu bara.  

"Harga minyak dan mineral naik jadi menyumbang signifikan pada kenaikan PNBP," kata Sri di Jakarta pada Senin (25/6).

Realisasi PNBP tersebut lebih baik dari realisasi hingga Mei 2017 yang sebesar Rp 123,5 triliun atau 47,5 persen dari target. Selain itu, terjadi peningkatan 17,4 persen dibandingkan realisasi PNBP pada periode yang sama 2017. 

Sri menjelaskan, rata-rata harga minyak acuan Indonesia Januari hingga Mei 2018 adalah sebesar 65,7 dolar AS per barel. Sementara, pada Januari hingga Mei 2017 rata-rata harga minyak sebesar 50 dolar AS per barel. Untuk harga batu bara rata-rata pada Januari hingga Mei 2018 adalah 96,4 dolar AS per ton sementara pada periode yang sama tahun lalu adalah sebesar 83,5 dolar AS per ton. 

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, tren penguatan harga komoditas bisa membantu menekan defisit APBN 2018. 

Akan tetapi, menurutnya, penurunan defisit APBN 2018 hingga akhir Mei disebabkan pertumbuhan realisasi belanja lebih rendah dibanding penerimaan negara.

Bhima menyoroti, pertumbuhan realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP hingga akhir Mei 2018 masing-masing adalah 14,53 persen dan 17,38 persen (yoy). Sementara, realisasi belanja negara sampai dengan akhir Mei 2018 sebesar Rp 779,51 triliun, hanya meningkat 7,85 persen dari periode yang sama tahun 2017.

"Ini diduga kuat strategi pemerintah yang sengaja menahan realisasi belanja beberapa pos anggaran seperti belanja modal yang didalamnya ada belanja infrastruktur. Sebelumnya, SILPA atau sisa anggaran yg belum terserap dalam belanja modal masih cukup tinggi," kata Bhima.

Ia mengatakan, tujuan dari perlambatan serapan belanja sebagai penyangga dana untuk menutupi lonjakan belanja subsidi energi."Tahun ini kemungkinan tidak ada APBN-Perubahan, jadi utak-atik anggarannya tidak lewat mekanisme DPR melainkan lewat pemanfaatan sisa anggaran," kata Sri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement