Jumat 22 Jun 2018 16:29 WIB

Konsumen Diminta Waspada Bawang Bombai Mini Ilegal

Bawang bombai mini dijual sebagai bawang merah.

Rep: melisa riska putri/ Red: Ani Nursalikah
Pekerja menyortir bawang merah hasil panen di desa Widasari, Indramayu, Jawa Barat.
Foto: Dhedez Anggara/Antara
Pekerja menyortir bawang merah hasil panen di desa Widasari, Indramayu, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menemukan masuknya bawang bombai ilegal yang dijual sebagai bawang merah. Hal tersebut merugikan konsumen dan petani karena harga yang dijual lebih mahal dari seharusnya.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun meminta pedagang tidak ikut memperjualbelikan bawang bombai mini. Begitu juga dengan konsumen agar lebih teliti membeli bawang merah dan tidak terkecoh dengan iming-iming harga murah.

"Jika menemukan bawang bombai merah berukuran kecil, segera laporkan kepada Satgas Pangan atau instansi berwajib untuk ditindaklanjuti," katanya, Jumat (22/6).

Sejak 2016, Kementan tidak lagi mengeluarkan Rekomendasi impor Produk Hortikultura (RlPH) bawang merah (shallot). Produksi di dalam negeri per tahun mencapai lebih dari 1,45 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi berkisar 1,2 juta ton. Pada 2017, Indonesia mampu mengekspor lebih dari 7.750 ton ke berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, Filipina, Singapura, Timor Leste dan Taiwan. Tahun ini ditargetkan ekspor meningkat lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya mengingat panen bawang merah melimpah.

Impor bawang bombai diakuinya memang diizinkan, namun sesuai Kepmentan 105/2017, Indonesia telah menutup impor bawang bombai berukuran diameter kurang dari lima sentimeter (biasa disebut bawang bombai mini) karena secara morfologis bentuknya menyerupai bawang merah lokal sehingga berpotensi mengelabui konsumen dan merugikan petani lokal.

"Karena begitu masuk pasar, bawang bombai mini ini dijual sebagai bawang merah dengan harga jauh lebih murah. Akibatnya harga bawang merah lokal anjlok drastis," ujarnya.

Setidaknya ada 10 importir yang diduga memasukkan bawang bombai tidak sesuai ketentuan dan saat ini sedang diperiksa intensif pihak berwajib. Ada 5 importir diantaranya sudah diaudit Kementan, yakni PT TAU, PT SMA, PT KAS, PT FMP, PT JS yang diblacklist dari Kementan.

"Modusnya biasanya menyelipkan karung-karung berisi bombai mini di kontainer sisi dalam sehingga menyulitkan pemeriksaan petugas," kata dia. Bawang bombai mini ilegal ini disinyalir masuk melalui pintu pelabuhan Tanjung Perak dan Belawan.

Menurut catatan Kementerian Pertanian, importir yang diduga melanggar ketentuan tersebu, hingga Juni 2018 memegang Surat Persetujuan impor (SPI) sebanyak 73 ribu ton. Harga kulakan dari negara asal india hanya sekitar Rp 2.500 per Kg. Jika ditambah biaya-biaya pengiriman. clearance dan sebagainya, biaya pokok di Indonesia menjadi sekitar Rp 6.000 per Kg. Harga distributor sekitar Rp 10 ribu per Kg dan harga di tingkat eceran sekitar Rp 14 ribu per Kg lebih. Ada keuntungan bawang bombai mini sebesar Rp 8.000 per Kg. Sementara harga bawang merah lokal di petani saat ini berkisar Rp 18 ribu per Kg dan di pasar retail rata rata sekitar Rp 25 ribu per Kg.

Disparitas harga tersebut dimanfaatkan spekulan untuk meraup keuntungan. Hal itu sama dengan menipu konsumen dan merugikan petani bawang merah.

"Keuntungan yang diraup importir bawang bombai mencapai Rp 1,24 triliun dan apabila 50 persen bawang bombai merah mini penetrasi ke pasar bawang merah lokal ada tambahan keuntungan lagi sebesar Rp 455 miliar, sedangkan potensi dirugikan bagi petani bawang merah lokal bisa mencapai Rp 5,8 triliun," ujar dia.

Sebelumnya, Mentan juga mem-blacklist lima importir bawang putih yang melanggar aturan. Sedangkan Satgas Pangan menindak ratusan kasus bahan pokok dan nonbahan pokok dengan tersangka sekitar 409 orang.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Suwandi menjelaskan antara bawang bombai mini dan bawang merah memiliki perbedaan fisik yang cukup jelas. Bawang mini tidak terdapat siung melainkan lapisan-lapisan saja sementara bawang merah memiliki dua hingga tiga siung.

"Rasanya juga beda," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement