Rabu 06 Jun 2018 15:27 WIB

BPK Ingatkan Pemberian THR Bisa Menyimpang, Jika ...

Pemerintah pusat bisa menalangi jika daerah tak mampu bayar THR.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Harry Azhar Azis.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Harry Azhar Azis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Harry Azhar Azis, menilai pemberian kenaikan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi para PNS dapat menyimpang bila alokasinya tidak ada di dalam APBD. Karena itu, menurut dia, pemberian THR dan gaji ke-13 harus disertai perubahan APBD.

"Bisa disebut seperti itu (penyimpangan) bila tidak diikuti oleh perubahan APBD sebelumnya," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (6/6).

Menurut Harry, bagi daerah yang mengandalkan anggaran dari pemerintah pusat, seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan THR dan gaji ke-13. Kalaupun tetap kesulitan, pembayarannya harus ditalangi terlebih dahulu. "Nanti harus dialokasikan oleh Menteri Keuangan di APBN," kata dia, kemarin.

Ia menambahkan, agar tak melanggar, pemda harus mengacu pada surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam menggelontorkan dana THR dan gaji ke-13 tersebut. Ini supaya nantinya tidak disalahkan oleh BPK.

"Mesti ada surat edaran menteri, bisa Mendagri. Agar kepala daerah dalam mengeluarkan uang nanti tidak disalahkan oleh pemeriksaan BPK," tuturnya.

Baca juga,  Ini Penjelasan Kemendagri Soal THR dari Dana APBD.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia Budi Darmono menuturkan, pemberian THR dan gaji ke-13 dengan bersumber dari APBD berpotensi terjadi penyimpangan. Pemberian tersebut menyimpang bila alokasinya tidak ada di dalam ketentuan APBD yang telah ditetapkan.

"Ini potensinya bukan korupsi, tapi penyimpangan. Kalau korupsi itu masuk ke rekening pribadi. Sedangkan, penyimpangan ini contohnya, yang tadinya dianggarkan untuk beli komputer, tapi berubah dan akhirnya membeli yang lain," kata dia.

Budi menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentu akan memeriksa apakah dana yang digelontorkan itu sesuai dengan rencana awal dalam APBD yang telah ditetapkan pada tahun sebelumnya. "Sesuai dengan rencana semula atau terjadi perubahan dalam alokasi dananya. Jadi, ini bisa menjadi penyimpangan," ujar dia.

Ketika ada perubahan peruntukan dana dari ketentuan APBD sebelumnya, menurut Budi, daerah tersebut bisa dianggap memiliki perencanaan yang kurang baik oleh BPKP. Kecuali, jika perubahan peruntukan itu karena ada bencana alam sehingga menjadi wajar dan dapat dimaklumi.

Budi menilai, sebetulnya pemda bisa menolak memberikan dana THR dan gaji ke-13 kepada para ASN di daerahnya. "Pemdanya bisa bilang, 'Karena kami tidak menganggarkan gaji ke-13, kami tidak bisa memberikannya.' Tapi kalau THR biasanya ada," ungkap dia.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mengimbau kepada seluruh pemda untuk memberikan THR dan gaji ke-13 kepada para ASN yang sumbernya dari APBD. ASN yang menerima ini antara lain kepala daerah, anggota DPRD, dan PNS.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin mengatakan, sumber anggaran untuk THR dan gaji ke-13 itu dapat disesuaikan, khususnya bagi daerah yang APBD-nya tidak mencukupi.

Penyesuaian anggaran THR dan gaji ke-13 tersebut dilakukan dengan mengubah penjabaran APBD Tahun Anggaran 2018 tanpa menunggu perubahan APBD TA 2018. Untuk selanjutnya diberitahukan kepada pimpinan DPRD paling lambat satu bulan setelah dilakukan perubahan penjabaran APBD tersebut.

Kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 untuk tahun 2018 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni dengan ditambahkan tunjangan kinerja. Sehingga, penerima THR akan mendapatkan tunjangan sebesar hak keuangan bulanan. Hal ini diatur dalam Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 903/3387/SJ yang ditandatangani oleh Tjahjo Kumolo pada 30 Mei 2018 dan diedarkan ke seluruh kepala daerah dan ketua DPRD. (umar mukhtar)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement