REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (IMF) menilai kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (17/5) dan Rabu (30/5) merupakan keputusan tepat.
"Kenaikan suku bunga merupakan keputusan tepat untuk mengantisipasi terjadinya risiko," kata Director of Asia & Pacific Department of the IMF Changyong Rhee dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu malam.
Rhee mengatakan keputusan untuk menaikkan suku bunga acuan total mencapai 50 basis poin dari sebelumnya 4,25 persen menjadi 4,75 persen merupakan respons untuk menjaga kemungkinan kenaikan inflasi inti dari penguatan dolar AS, suku bunga acuan di tingkat global dan harga minyak dunia.
Tekanan eksternal itu yang telah menyebabkan terjadinya pembalikan arus modal keluar dan perlemahan mata uang di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam beberapa minggu terakhir.
"Meski situasi ini membutuhkan pengawasan secara menyeluruh, Indonesia telah berada pada posisi yang lebih kuat dibandingkan di masa lalu dalam menghadapi tekanan eksternal, karena mempunyai ketahanan ekonomi yang baik," kata Rhee.
Baca juga, BI Berlakukan Bias Ketat, Suku Bunga Masih Terbuka Naik.
Sebelumnya, Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen pada RDG tambahan, Rabu, untuk mengantisipasi risiko eksternal terutama kenaikan suku bunga acuan kedua The Federal Reserve pada 13 Juni 2018.
"Ini merupakan kebijakan pre-emptive (antisipatif), dan ahead of the curve (selangkah lebih maju) dan frontloading untuk merespons risiko dan tekanan eksternal," kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Perry juga menegaskan arah (stance) kebijakan moneter BI saat ini telah berubah menjadi "bias ketat" dari sebelumnya "normal". "'Stance' kami dari yang sebelumnya netral kini menjadi 'bias ketat', namun belum sampai ke arah 'ketat'," ujar Perry.
Pada 17 Mei 2018, bank sentral sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke 4,5 persen. Namun, kenaikan tersebut sepertinya kurang berdampak karena rupiah masih melanjutkan tren perlemahan.