Rabu 30 May 2018 20:01 WIB

Adaro Power akan Lebarkan Bisnis ke Asia Tenggara

Adaro Power akan mengakuisisi pembangkit listrik di negara tetangga

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Adaro
Adaro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energy Tbk, melalui anak usahanya, PT. Adaro Power, akan segera melebarkan sayap bisnis ke sejumlah negara di Asia Tenggara. Presiden Direktur Adaro Power Mohammad Effendi mengatakan, negara-negara yang tengah dijajaki antara lain Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos.

"Yang kelihatan paling dekat itu Vietnam dan Thailand," kata Effendi, pada wartawan di Jakarta, Rabu (30/5).

Ia menjelaskan, Adaro akan mengakuisisi satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di negara tetangga. Namun begitu, ia belum dapat memastikan berapa persen saham yang akan diambil alih oleh Adaro. Sebab, hingga saat ini proses negosiasi masih berlangsung.

Effendi mengatakan, selain mengakuisisi, Adaro juga akan memasok batu bara untuk pembangkit di negara tetangga. "Jadi, kita tidak hanya memasok, tapi juga masuk ke bisnis listriknya." Sementara, di Thailand, Adaro berencana melakukan akuisisi sekaligus menggarap proyek pembangkit baru.

Presiden Direktur PT Adaro Energy Garibaldi Thohir meyakini ekspansi yang dilakukan hingga ke negara tetangga akan semakin memperkuat bisnis Adaro. "Kita lihat di Thailand dan Vietnam tarifnya menarik."

Di dalam negeri, Adaro saat ini memiliki dua proyek PLTU yang masih dalam tahap konstruksi, yakni PLTU Tanjung Power Indonesia di Kalimantan Selatan dan PLTU Bhimasena Power Indonesia di Jawa Tengah. Progres konstruksi fisik PLTU Tanjung Power Indonesia yang memiliki kapasitas 2 x 100 Mega Watt sudah mencapai 90 persen. PLTU tersebut rencananya sudah dapat beroperasi mulai tahun depan.

Adapun pembangunan PLTU Bhimasena Power Indonesia baru mencapai 42 persen karena kapasitasnya yang besar, yakni 2 x 1.000 Mega Watt. PLTU tersebut ditargetkan dapat beroperasi mulai 2020.

Menurut Effendi, PLTU Bhimasena Power Indonesia akan dibekali dengan teknologi canggih yang disebut ultra super critical. Teknologi tersebut dapat menghemat pemakaian bahan bakar. Selain itu, teknologi yang diadopsi dari Jepang itu juga diyakini lebih ramah lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement