Selasa 29 May 2018 18:41 WIB

Penggabungan Pertagas-PGN akan Optimalkan Bisnis Gas Negara

Tanpa akuisisi, akan tetap terjadi kompetisi internal yang bisa menghambat sinergi

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan keselamatan sesuai dengan standar Migas Nasional, pekerja membuka katup (valve) utama pengaliran gas bumi dari jaringan distribusi menuju fasilitas pengukuran (metering) PGN di Pembangkit Listrik Muara Karang.
Foto: PGN
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan keselamatan sesuai dengan standar Migas Nasional, pekerja membuka katup (valve) utama pengaliran gas bumi dari jaringan distribusi menuju fasilitas pengukuran (metering) PGN di Pembangkit Listrik Muara Karang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi Yusri Usman menilai integrasi PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Pertamina Gas (Pertagas) dengan skema akuisisi harus dilakukan. Alasannya, kedua perusahaan pelat merah itu memiliki bisnis inti yang sama.

Yusri yang juga Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyatakan hal ini untuk menjawab pertanyaan alasan Pertagas harus diintegrasikan ke PGN dan mengapa tidak dilakukan sinergi saja tanpa integrasi. Apabila hanya disinergikan tanpa integrasi, lanjut dia, maka akan tetap terjadi duplikasi dan kompetisi internal dan ini akan menghambat sinergi di antara keduanya.

Akibatnya, kata dia, maka "value creation" untuk Pertamina tidak akan optimal.  "Hal ini seperti terjadi pada pelaksanaan bisnis 'upstream' dan 'downstream services' saat ini di Pertamina," katanya.

Sementara itu, lanjutnya, dengan integrasi Pertagas ke PGN maka PGN sebagai manajer atas pengoperasian seluruh aset dan bisnis yang dimiliki oleh PGN. "PGN akan memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalkan penggunaan semua aset tersebut dan meningkatkan semua bisnis yang dikelolanya termasuk aset dan bisnis Pertagas," katanya.

Terkait dengan penolakan Serikat Pekerja Pertamina Gas (SPPG) terhadap rencana akuisisi Pertagas oleh PGN karena hanya akan merugikan Pertamina dan negara serta sama dengan menjual aset negara ke swasta. Yusri mengomentari seharusnya dipahami dalam perspektif peraturan dan UU bahwa PGN statusnya BUMN. 

Pada konteks itu, kata Yusril, terdapat saham Seri A Dwiwarna dan dimiliki oleh negara. Menurut Yusril, meski hanya satu lembar saham tetapi saham Dwiwarna mempunyai kendali yang absolut dan istimewa , meliputi persetujuan perubahan Anggaran Dasar, perubahan permodalan , persetujuan pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.

Selain itu, termasuk persetujuan terkait penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan dan pembubaran perusahan serta termasuk persetujuan pemindahan aset yang berdasarkan anggaran dasar perlu persetujuan RUPS.

Pertanyaan berikutnya, lanjut Yusril, apakah integrasi Pertagas ke PGN akan menguntungkan investor publik karena mereka tidak perlu membiayai dan mendapat bagian keuntungan Pertagas sebesar 43 persen secara gratis? 

"Tentu saja tidak karena tentu PGN akan melakukan terbitkan saham baru untuk membiayai integrasi Pertagas ke PGN, sehingga investor publik harus menyetor dana sesuai bagiannya untuk mendapatkan saham baru tersebut," katanya. 

Apabila tidak menyetor dana tersebut, tambah Yusril, maka sahamnya akan berkurang dan tambahan saham baru PGN untuk menguasai Pertagas akan dikuasai sepenuhnya oleh Pertamina, sehingga akan meningkatkan saham kepemilikan Pertamina di PGN.

Rencana akuisisi itu sendiri diperlukan untuk membentuk subholding gas dan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah membentuk Holding BUMN Migas.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement