Ahad 27 May 2018 15:43 WIB

Pelemahan Rupiah, Swasta Tahan Ekspansi

Swasta tidak menerbitkan utang valas baru tapi merestrukturisasi utang lama.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Friska Yolanda
Infrastruktur
Foto: Republika/Yasin Habibi
Infrastruktur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi rupiah yang masih tertekan membuat kalangan swasta menahan rencana ekspansi bisnisnya. Ekonom dari institute for development of economics and finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, hal itu tergambar dari data pertumbuhan utang luar negeri swasta yang minus 0,45 persen (month to month) pada Maret 2018 lalu.

Menurut Bhima, faktor utama yang membuat swasta mengerem ekspansinya karena ada kekhawatiran pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Jika pelemahan itu terus tejadi, maka risiko gagal bayar mereka akan meningkat.

"Problemnya bagi swasta menengah tidak semua utang luar negerinya di-hedging, sehingga selisih kurs sedikit saja efeknya cukup besar ke resiko keuangan," ujar ekonom jebolan University of Bradford ini saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/5).

Adapun sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan utang luar negeri pada kuartal pertama 2018, yakni industri pengolahan serta sektor pengadaan listrik, gas dan air. Masing-masing hanya tumbuh 4,4 persen dan 19,3 persen. "Kalau industri pengolahan cuma tumbuh 4,4 persen berarti terkonfirmasi memang kena selisih kurs," kata Bhima.

Dengan kondisi pelemahan rupiah saat ini, tak mengherankan jika swasta tidak menerbitkan utang valas baru, tapi melakukan restrukturisasi utang lama dengan memperpanjang tenor jatuh tempo. Sebab, mereka sudah terbebani dengan biaya produksi yang meningkat, terutama bagi perusahaan yang menggunakan bahan baku impor. Apalagi, kondisi sektor riil dan konsumsi dalam negeri juga masih dalam tahap pemulihan sehingga pertumbuhannya belum sesuai ekspektasi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement