Sabtu 19 May 2018 14:30 WIB

Pemkab Sragen Protes Kebijakan Impor Beras

Petani Sragen masih panen padi.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nur Aini
Aktivitas bongkar muat beras impor asal Vietnam di atas kapal di Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi Jawa Timur, Jumat (23/2). Sebanyak 20 ribu ton beras impor dalam kemasan bag cargo itu, akan didistribusikan ke wilayah Indonesia bagian timur seperti NTB dan NTT.
Foto: Budi Candra Setya/Antara
Aktivitas bongkar muat beras impor asal Vietnam di atas kapal di Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi Jawa Timur, Jumat (23/2). Sebanyak 20 ribu ton beras impor dalam kemasan bag cargo itu, akan didistribusikan ke wilayah Indonesia bagian timur seperti NTB dan NTT.

REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN -- Pemerintah Kabupaten Sragen memprotes kebijakan pemerintah pusat terkait impor beras tambahan sebesar 500 ribu ton. Wakil Bupati Seagen, Dedy Endriyanto menilai kebijakan impor beras tak tepat lantaran panen di sejumlah wilayah termasuk Sragen masih terus berlangsung.

"Ironis kalau pemerintah pusat kembali impor beras di saat panenmasih berlangsung. Untuk kepentingan siapa?," kata Dedy kepada Republika.co.id, Sabtu (19/5).

Kebijakan impor beras juga diprotes Tani Rukun Makmur Desa Bandung, Ngrampal, Sragen. Kebijakan impor tersebut dinilai sebagai ketidakberpihakan Pemerintah pada petani di tengah produksi pertanian nasional yang surplus. Pada saat yang bersamaan, pemerintah justru mengurangi subsidi pupuk dan subsidi benih.

"Saat panen harga jatuh sedangkan Bulog beli di bawah harga pasaran, pemerintah ini tak berpihak pada petani saat panen pemerintah mengambil kebijakan impor. Kita ini surplus," kata Suwarto salah satu anggota Tani Rukun Makmur Sragen.

Ia menjelaskan saat ini, sebagaian petani di Sragen tengah panen dengan harga Rp 4.200 per kg gabah kerih panen. Suwarto hanya berharap pemeritah tak melakukan impor beras. Selain itu, subsidi pupuk dan benih diharapkan tetap berlangsung sehingga bisa swasembada beras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement