REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Amran Sulaiman enggan menanggapi impor beras tambahan sebesar 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Sebab, saat ini panen sedang berlangsung di hampir seluruh wilayah. "Kami urus beras lokal sekarang," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Pertanian, Selasa (15/5).
Ia menjelaskan, stok beras di Bulog saat ini sudah mencapai 1,2 juta ton. Serapan beras yang masuk rata-rata sebesar 15 ribu ton per hari. Bahkan pekan lalu pernah mencapai serpaan 22 ribu ton per hari. Ditambah dengan pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per 14 Mei sebanya 41.227 ton.
Angka lebih dari 41 ribu ton tersebut menurutnya jauh lebih baik dari awal tahun 2018 yang hanya 15 ribu ton. "Standarnya 2013 hanya 18 ribu sampai 20 ribu ton. Artinya apa? dua kali lipat," ujar dia.
Penyerapan beras lokal diyakini akan terus bertambah memenuhi kebutuhan nasional. Amran menambahkan, pada bulan enam tepatnya Juni nanti akan terjadi panen tertinggi dalam sejarah."Dulu biasanya kalau bulan enam bisa 1,2 juta sampai 1,3 juta hektare. Minimal (Juni tahun ini; red) 1,7 juta hektare," kata dia.
Dalam tersebut ia menegaskan stok pangan strategis berada dalam kondisi baik. Selain beras, stok cabai, bawang merah, telur, daging ayam dan daging sudah dipersiapkan dua bulan sebelum Ramadhan. Produksi untuk komoditas ini telah ditingkatkan 20 peren khusus untuk Ramadhan. "Jadi Insyaallah aman,"
Ia pun meminta pengusaha untuk menjaga harga komoditas strategis pada Ramdhan ini."Karena kita sudah perhitungkan stoknya aman bahkan sesudah Idul Fitri," katanya.
Sebelumnya Kementerian Perdagangan membenarkan adanya tambahan impor beras sebanyak 500 ribu ton yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand. Penambahan beras impor tersebut diputuskan dalam rapat koordinasi (rakor) di kantor Menteri Koordinator Perekonomian.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membenarkan pemberitaan pada laman the Voice of Vietnam Online (vov.vn), yang menyebutkan bahwa Perum Bulog telah menandatangani kontrak untuk melakukan pembelian beras sebanyak 300 ribu ton dari Vietnam dan 200 ribu ton dari Thailand. "Iya, betul. Itu pemasukan April hingga Juli 2018," kata Enggartiasto di Jakarta, Senin (14/5).
Dalam berita yang berjudul "Import Demand Continues Boosting Vietnam's Rice Export" tersebut, dinyatakan bahwa importasi tersebut merupakan yang kali ketiga sejak 2018. Chairman Asosiasi Makanan Vietnam (VFA) Nguyen Ngoc Nam membenarkan laporan itu.
Nguyen menyatakan bahwa Perum Bulog telah mengundang The Vietnam Northern Food Corporation dan The Vietnam Southern Food Corporation untuk menyuplai beras itu. Kontrak tesebut akan direalisasikan pada periode April hingga Juli 2018.
Perbaikan Data
Sementara itu Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, saat ini data pangan masih abu-abu. Tidak pasti berapa produksi beras dalam negeri dan tidak bisa terpetakan dengan baik, termasuk berapa lahan pertanian yang ada.
Ia berharap, ke depan impor beras tidak bisa berdasarkan rapat koordinasi bersama dan tiba-tiba memutuskan impor."Maka kita akan perbaiki datanya, yang penting sekarang harus ada prediski kemungkinan yang terjadi," ujar dia.
Ketersediaan beras menurutnya harus terjamin karena hampir seluruh masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras. Ia melanjutkan, kebijakan impor beras dilakukan untuk kestabilan harga dan ketersediaan pasokan.
Namun, nantinya ia berharap Indonesia harus bisa swasembada pangan untuk ketahanan pangan, terutama beras. "Saya berharap beras tidak jadi mainan politik karena ini tahun politik," ujar mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini.