REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menaikkan batas maksimum saldo uang elektronik tidak terdaftar dari Rp 1 juta menjadi Rp 2 juta, sedangkan yang terdaftar tetap Rp 10 juta.
"Ini untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan penggunaan uang elektronik 'unregister' (tidak terdaftar) untuk transaksi pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi dari Rp 1 juta," kata Kepala Departemen Kebijaan Sistem Pembayaran BI, Onny Widjanarko di Jakarta, Senin (7/5).
Uang elektronik tidak terdaftar (unregister) merupakan uang elektronik yang kerap digunakan masyarakat. Dalam uang elektronik itu, identitas pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit.
Pengguna uang elektronik tidak terdaftar harus lebih hati-hati karena penggunaan uang elektronik tidak terdaftar sama halnya dengan uang tunai. Jika hilang, maka saldo uang elektronik tidak terdaftar dapat digunakan oleh siapapun yang menemukannya.
Sedangkan uang elektronik terdaftar (registered) adalah uang elektronik yang data identitas pemegangnya terdaftar dan tercatat pada penerbit (issuer). Uang elektronik jenis itu tidak dapat dipindahtangankan.
Perbedaan yang paling mencolok adalah uang elektronik terdaftar biasanya menyediakan fitur transfer dana dan tarik tunai, sedangkan uang elektronik tidak terdaftar memiliki fitur yang terbatas.
Penaikan maksimal saldo uang elektronik tidak terdaftar diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) dengan Nomor 20/6/PBI/2018 dan berlaku sejak 4 Mei 2018.
Meski dinaikkan, Onny mengklaim BI tetap mengawasi penuh unsur perlindungan konsumen yang diterapkan penyelenggara uang elektronik.
"Kita tetap awasi aspek keamanan transaksi serta Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT)," ujarnya.
Bank Indonesia, ujar Onny, sudah mengawasi secara integral terhadap penyelenggara, perusahaan induk, perusahaan anak, pihak yang bekerja sama dan pihak afiliasi lain dalam industri uang elektronik. Bank Sentral mencatat dana mengendap di industri uang elektronik per Desember 2017 mencapai Rp 2,4 triliun.