Sabtu 28 Apr 2018 17:49 WIB

Adaro Kejar Lima Besar Produsen Coking Coal Dunia

Adaro menargetkan bisa memproduksi cooking coal hingga 20 juta ton per tahun

Rep: Irfan Junaidi/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (Adaro) Garibaldi Thohir (tengah) berbincang bersama Direktur Coaltrade Services International Pte Ltd (CTI) Pepen Handianto Danuatmadja (kiri) dan General Manager International Marketing and Trade CTI Neil Litte (kanan) di Singapura (28/4).
Foto: Irfan Junaidi/Republika
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (Adaro) Garibaldi Thohir (tengah) berbincang bersama Direktur Coaltrade Services International Pte Ltd (CTI) Pepen Handianto Danuatmadja (kiri) dan General Manager International Marketing and Trade CTI Neil Litte (kanan) di Singapura (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA –- Laju perkembangan Indonesia menuju negara industri menbuka peluang bagi industri baja. Kebutuhan akan baja yang bakal meningkat di masa mendatang, menurut Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir, perlu diantisipasi sejak sekarang. 

Diakuinya, Adaro ingin menjadi bagian penting dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan tersebut. “Mau tidak mau Indonesia nanti menjadi negara industrialis. Kalau jadi negara industrialis pasti harus didukung industri baja. Industri baja tidak akan jadi kalau tidak ada coking coal,” tutur pengusaha yang akrab disapa Boy Thohir itu dalam kunjungannya ke Coaltrade Service International Pte Ltd, anak usaha Adaro di Singapura, Sabtu (28/4).

Upaya yang akan dilakukan untuk mendorong industri baja tersebut adalah menjadikan Adaro sebagai produsen utama coking coal di Indonesia maupun di dunia. Coking coal adalah batubara yang diolah menjadi bahan baku untuk memproduksi baja. Saat ini kebutuhan coking coal dalam negeri masih sangat menggantungkan impor dari Australia.

Perusahaan Indonesia yang serius menggarap produksi coking coal menurut Boy, sampai saat ini belum ada. Adaro ingin menjadi pionir dalam industry tersebut. Selain mengandalkan tambang di Kalimantan Tengah yang diambil alih dari BHP, Adaro juga ingin menggenjot produksi coking coal dengan membeli tambang di Australia yang diambilalih dari Rio Tinto.

Saat ini, menurut Boy, produksi coking coal dari tambang di Kalimantan Tengah baru 1 juta ton per tahun. Sedangkan produksi dari tambang di Australia (yang sebelumnya dimiliki Rio Tinto) sebesar 5,5 juta ton per tahun. Boy berharap produksi dari kedua tambang tersebut bisa ditingkatkan terus.

‘’Cita-cita saya bisa sampai ke 8 juta ton atau 9 juta ton atau 10 juta ton. Termasuk yang di Australia sekarang kan 5,5 juta ton. Nanti mungkin saya bisa lipatkan,’’ tutur dia. 

Boy berharap paling tidak dalam sepuluh tahun ke depan, pihaknya bisa memproduksi coking coal hingga 20 juta ton per tahun. Jika target tersebut bisa dicapai, maka Adaro akan masuk lima besar penghasil utama cooking coal di dunia.

Saat ini, produsen nomor satu komoditas tersebut, menurut dia adalah BHP dengan total produksi mencapai 32 juta ton per tahun. Rio Tinto di urutan kedua dengan volume produksi 25 juta ton per tahun. 

Sementara Rusia menduduki posisis ketiga dengan angka produksinya 20 juta ton dan disusul Cina. Jadi, kata Boy, dengan kapasitas produksi 15 juta ton per tahun saja, Adaro bisa menempati posisi kelima.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement