REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menilai, pelemahan rupiah terhadap dolar AS selalu mempunyai efek positif dan negatif. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS menguntungkan untuk ekspor, namun di sisi lain merugikan industri yang bergantung pada bahan baku impor.
Jusuf Kalla mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan terhadap pelemahan mata uang tersebut."Kurs itu selalu punya efek positif dan negatif. Negatif untuk barang impor, positif untuk ekspor. Itu juga positif untuk turis masuk dan negatif untuk siapa yang ingin belanja ke luar negeri, jadi balance saja, kita tidak perlu khawatir berlebihan," ujar Jusuf Kalla ketika ditemui di kantornya, Selasa (24/4).
Hampir seluruh mata uang di Asia melemah terhadap dolar AS karena dipicu oleh meningkatnya optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS. Jusuf Kalla menjelaskan, pemerintah tidak bisa memprediksi sampai kapan pelemahan rupiah ini akan berlangsung.
Baca juga, Melemah, Rupiah Mendekati Level Rp 14 Ribu.
Sebab, hal tersebut berkaitan dengan faktor eksternal. Adapun menurut Jusuf Kalla, di balik kritikan yang menyerang Presiden AS Donald Trump, perekonomian AS justru semakin berkembang.
Situasi pelemahan rupiah ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor yang nantinya dapat menambah cadangan devisa. Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah sudah berupaya meningkatkan ekspor dengan cara memperluas perdagangan dengan pasar-pasar potensial salah satunya Afrika. Selain itu, pemerintah juga tengah mempercepat perundingan perjanjian perdagangan bebas dengan Australia dan Uni Eropa.
"Cadangan devisa hanya bisa ditambah dengan meningkatkan ekspor, kita mempercepat membuka pasar lebih bagus dengan cara hubungan bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain," kata Jusuf Kalla.
Nilai tukar Rupiah sudah mendekati level Rp 14 ribu per dolar AS. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar Surat Berharga Negara (SBN) dalam jumlah cukup besar.
Dengan upaya tersebut, rupiah yang pada Jumat sempat terdepresiasi sebesar -0,70 persen, pada Senin hanya melemah -0,12 persen.
Pelemahan rupiah juga lebih rendah dari depresiasi yang terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti negara Filipina -0,32 persen, India -0,56 persen, Thailand -0,57 persen, Meksiko -0,89 persen, dan Afrika Selatan -1,06 persen.
Melalui upaya stabilisasi oleh Bank Indonesia, sejak awal April rupiah melemah -0,91 persen (mtd). Pelemahan tersebut lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti Thailand -1,04 persen, India -1,96 persen, Meksiko -2,76 persen, dan Afrika Selatan -3,30 persen.
Selain itu, sejak awal 2018 Rupiah melemah -2,35 persen (ytd), juga lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain seperti Brasil -3,06 persen, India -3,92 persen, Filipina -4,46 persen, dan Turki -7,17 persen.