REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Guru Besar asal Institut Pertanian Bogor Prof Widiatmaka menyatakan Indonesia 2045 terancam defisit pangan. Tingginya konversi lahan serta tidak seimbangnya produksi pertanian disebut menjadi penyebabnya.
"Indonesia sekarang ini menghadapi masalah serius dalam penyediaan pangan dan produk pertanian. Jumlah penduduk yang meningkat, ketergantungan produk pangan dari Jawa, juga konversi atau pengalihan fungsi lahan adalah hal-hal yang menjadi penyebabnya," ujar Widiatmaka di Gedung IPB Baranangsiang, Bogor, Kamis (19/4).
Widiatmaka menyatakan saat ini Indonesia terlalu bergantung dengan produksi pangan di Pulau Jawa, sementara di pulau lain juga memiliki potensi penting. Setiap wilayah di Indonesia disebut memiliki potensi yang beda-beda dan perlu didata. Tiap wilayah memiliki komoditas berbeda dan unggul, yang bila dikembangkan akan menambah varietas pangan negara.
"Tiap daerah punya komoditas unggulan. Kalau komoditas unggulan ini bisa dikembangkan, saya kira Indonesia bisa memiliki beragam komoditas," lanjutnya.
Untuk menghadapi masalah ini, Guru Besar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan ini pun memberi solusi yaitu secara sistematis melakukan inventarisasi potensi. Saat ini Indonesia belum secara detail mendata karena keterbatasan biaya dan tenaga.
Hal kedua yang perlu diperbaiki adalah jangan terpusat dan bergantung. Sentra beras saat ini berada di Jawa dan ada beberapa wilayah yang memang harus dilindungi khususnya wilayah yang subur, seperti Karawang. Pemerintah saat ini belum mampu untuk melindungi, termasuk melakukan pencegahan konversi. Petani lama kelamaan jelas akan lebih memilih untuk menjual tanahnya jika harganya yang ditawarkan tinggi.
"Pilihan melindungi dan mendiversifikasi ini harus berjalan dan dilakukan, karena kalau tidak ya bergantung terus ke Jawa," lanjutnya.