REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memeringatkan bahwa perang dagang antara AS dan Cina akan merugikan ekonomi di Asia Tenggara karena mereka bergantung pada ekspor untuk pertumbuhan. Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty mengatakan, banyak negara di kawasan Asia Tenggara akan merasakan dampak yang melanda dari kenaikan tarif. Karena mereka terikat pada rantai pasokan yang berasal dari ekspor Cina.
"Banyak dari produk, meskipun akhirnya dapat dirakit dan disatukan dan diekspor sebagai produk Cina, adalah hasil dari value chain yang membentang di kawasan ini, terutama di beberapa negara Asia Tenggara yang lebih besar," kata Shetty seperti dilaporkan Bloomberg, Kamis (11/4).
"Keberhasilan wilayah ini didasarkan pada perdagangan terbuka, didasarkan pada pengembangan value chain yang selama dekade terakhir ini semakin berpusat pada Cina," jelasnya.
Dua ekonomi terbesar dunia, AS dan Cina, telah mengancam untuk mengenakan tarif atas ekspor satu sama lain. Hal ini telah mengaburkan prospek perdagangan dan pertumbuhan global.
Presiden China Xi Jinping pada Rabu (10/4) berjanji untuk lebih membuka beberapa sektor dalam ekonomi untuk membantu meredakan ketegangan. Shetty mengatakan dampak dari tarif akan terasa paling besar di AS dan Cina, dan pertumbuhan di negara maju, termasuk AS, bisa melambat.
Sementara itu ekspor sudah goyah di beberapa negara. Pengiriman barang anjlok di Malaysia dan Filipina pada Februari 2018, dibandingkan dari tahun sebelumnya.