REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi mengatakan pihaknya akan melihat langsung di lapangan terkait adanya perkebunan bawang putih. Sebab, sejumlah pedagang bawang putih di Pasar Induk mengaku tidak pernah menjual bawang putih lokal belakangan ini.
Viva menilai hal ini janggal. Sebelumnya Kementerian Pertanian RI telah membuat peraturan kuota impor bawang putih. Peraturan tersebut berisi importir harus membuka kebun bawang putih dengan perhitungan lima persen dari kuota impor yang mereka ajukan.
"Apakah betul-betul ada sesuai dengan kewajiban dari para importir menanam lima persen dari total kuota atau fiktif, nanti akan kita tinjau lapangan. Apakah di lapangan itu betul ada kebun bawang putih atau tidak," kata Viva,usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan perkumpulan pedagang bawang putih di komplek Parlemen Senayan, Selasa (10/4).
Sebelumnya, kata Viva, Kementan mengatakan di lapangan terdapat lima hektar kebun bawang putih. Namun pedagang mengaku tidak pernah mendapatkan bawang putih tersebut. "Dari data Kementan itu ada sekitar lima ribu hektar tapi kan sedikit produksinya, tapi ternyata para penjual bawang putih tidak pernah menjual," ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Beberapa pekan ke depan, pihaknya pun akan kembali menggelar RDP dengan mengundang Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bulog, dan Satgas Pangan. "Apalagi beberapa hari yang lalu BPK menemukan ada sembilan hal kejanggalan yang berkaitan dengan tata niaga pangan. Itu juga akan kita follow up hasilnya," ujarnya.
Sementara Anggota DPR Wihadi Wiyanto meminta adanya pengusutan atas dugaan pelanggaran kebijakan wajib tanam bawang putih yang realisasinya tidak sesuai data yang disampaikan Kementerian Pertanian.
Wihadi mengkhawatirkan tidak adanya cek dan ricek ketentuan wajib tanam bawang putih dari inspektorat maupun direktorat jenderal terkait sehingga berpotensi melahirkan adanya manipulasi atau laporan fiktif.
Ketentuan wajib tanam bawang putih yang dikenakan kepada importir, selama ini dinilai tidak efektif meningkatkan pasokan karena kendala bibit maupun keterbatasan lahan. Kondisi ini membuat laporan realisasi wajib tanam berpotensi tidak sesuai data.
Selain mempertanyakan kinerja Kementerian Pertanian, politisi Partai Gerindra ini juga meminta adanya pertanggungjawaban dari pihak-pihak swasta atas pemberian data kewajiban tanam ke pemerintah.
"Kami mendorong BPK untuk segera melakukan audit," ujar Wihadi.
Dalam kesempatan terpisah, anggota DPR Erma Suryani Ranik menambahkan masyarakat bisa melaporkan dugaan hasil publikasi data wajib tanam yang tidak sesuai fakta ke Komisi Informasi Publik.
Menurut dia, melalui penyandingan data tersebut, bisa diketahui data yang sebenarnya dan data yang fiktif, sehingga memudahkan pengusutan bila masuk ke ranah pidana. "Bisa saja ini masuk ranah pidana, karena ini masuk kategori pembohongan publik," kata anggota fraksi Partai Demokrat ini.