REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- General Manager Pertamina Refinery Unit V Togar MP membantah perusahaan lalai dalam melakukan pengawasan, sehingga ada pipa penyalur minyak mentah bawah laut patah dan menimbulkan tumpahan minyak di perairan Teluk Balikpapan.
"Terlalu dini mengatakan demikian," kata GM Togar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat.
Pertamina, khususnya Pertamina RU V, adalah pengelola kilang minyak di Balikpapan.
Pada Kamis (5/4), Togar bersama jajaran Pertamina RU V menghadiri undangan DPRD Kota Balikpapan untuk memberikan penjelasan atas peristiwa tumpahan minyak mentah yang disusul kebakaran di Teluk Balikpapan, Sabtu (31/3).
Baca juga, Ini Penyebab Tumpahan Minyak di Balikpapan.
Sebanyak lima orang tewas sebab peristiwa itu, termasuk satu individu pesut (Orcaella brevirostris), mamalia laut yang langka yang menghuni Teluk Balikpapan.
Selain itu, sebanyak 162 kapal nelayan berikut alat tangkapnya tidak bisa serta merta dipakai melaut karena kotor tercemar minyak mentah.
Selama dua hari penuh juga operasional Pelabuhan Semayang ditutup. Ini mengakibatkan kapal yang tiba di Balikpapan tidak bisa masuk dan sandar di pelabuhan, dan kapal yang ada di Teluk Balikpapan tidak bisa keluar.
Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas daerah terdampak mencapai hampir 13 ribu hektare. Pohon-pohon di hutan mengrove di utara di Kariangau menjadi pekat oleh minyak.
Penyebab tumpahan kemudian diketahui ada pipa bawah laut Pertamina yang menghubungkan Terminal Crude Lawe-lawe dengan Kilang Balikpapan mengalami kerusakan.
Pipa baja berdiameter 20 inci dan ketebalan 12 milimeter di kedalaman 25 meter itu dilaporkan patah dan bergeser hingga 120 meter dari posisi awalnya.
Togar kembali menegaskan bahwa yang berhak menyatakan ada kelalaian nanti hanyalah pihak kepolisian selaku penyidik."Kami tidak mau berdebat soal itu," kata Togar yang tampak lelah dan kurang tidur.
Regional Manager Communication and CSR Kalimantan Pertamina Yudi Nugraha menegaskan bahwa pipa bawah laut yang mulai dipasang tahun 1998 itu masih sangat layak.
"Kalau tidak ada kekuatan yang luar biasa yang menghantamnya, tidak akan rusak pipa itu," tegas Yudi.
Pipa bawah laut itu terakhir dicek kondisinya pada Desember 2017 dan pengecekan berikutnya dilakukan pada 2019. Saat itu tidak dilaporkan adanya kerusakan.