Kamis 05 Apr 2018 15:03 WIB

Perang Dagang dan the Fed Picu Ketidakpastian Pasar

Kebijakan the Fed berimbas pada pelemahan rupiah.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Indonesia has nominated Tourism and Creative Economy Minister Mari Elka Pangestu for the post of World Trade Organisation (WTO) director-general from 2013 to 2017.
Indonesia has nominated Tourism and Creative Economy Minister Mari Elka Pangestu for the post of World Trade Organisation (WTO) director-general from 2013 to 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menilai perlambatan ekspansi manufaktur disebabkan oleh faktor eksternal. Ia menyebut, perang dagang dan kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) menimbulkan ketidakpastian di pasar.

"Ketidakpastian eksternal meningkat bukan hanya karena perang dagang tapi juga karena The Fed kelihatannya akan lebih cepat menaikkan tingkat suku bunga," ujar Mari di Jakarta pada Kamis (5/4).

Mari mengatakan, kebijakan The Fed berimbas pada pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Perang dagang, menurut Mari, juga berpotensi mengganggu kinerja ekspor Indonesia.

 

Baca juga, Dunia Khawatir Perang Dagang Antara Cina dan AS.

 

Meski begitu, Mari mengatakan, Indonesia masih tertolong karena memiliki pasar domestik yang besar. Oleh karena itu, menurutnya, Pemerintah perlu meningkatkan tingkat konsumsi domestik."Untuk menjaga confidence itu kita sebetulnya perlu mendorong hal-hal yang bisa menstimulasi permintaan dari dalam negeri," ujar Mari.

Ia mengatakan, isu-isu yang menekan tingkat kepercayaan konsumen tahun lalu perlu diatasi pemerintah. Hal itu seperti isu terkait perpajakan dan ketidakpastian peraturan.

Selain itu, menurutnya, belanja pemerintah juga memiliki peran untuk mendorong permintaan domestik. "Belanja pemerintah bisa membantu lapisan yang paling bawah apakah itu dana desa, Program Keluarga Harapan (PKH), atau padat karya tunai. Itu semua sebetulnya bisa mendorong konsumsi dalam negeri," ujar Mari.

Berdasarkan survei Nikkei dan IHS Markit, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia melemah menjadi 50,7 pada Maret 2018 dari 51,4 pada Februari 2018. Angka PMI di atas 50 sejatinya masih menunjukkan adanya ekspansi dalam industri di Indonesia.

 

Meski begitu, hal itu terjadi justru ketika inflasi inti tahunan pada Maret 2018 menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data BPS, inflasi inti tahunan pada Maret 2018 adalah sebesar 2,67 persen sementara pada Februari 2018 adalah 2,58 persen. Untuk diketahui, inflasi inti merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingkat permintaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement