Rabu 04 Apr 2018 08:28 WIB

BI Disarankan Ikuti Jejak the Fed Naikkan Suku Bunga

Chatib menilai negara Asia harus mengikuti suku bunga AS untuk stabilkan mata uang.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Keuangan Republik Indonesia Chatib Basri menilai, Bank Indonesia perlu mengetatkan kebijakan moneter untuk melindungi mata uang rupiah, apabila Bank sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali pada tahun ini. 

 

Pada Maret 2018 lalu Bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga jangka pendek sebesar 25 basis poin. Sejauh ini Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga, dan telah berupaya melakukan intervensi untuk melindungi rupiah yang jatuh ke titik terendah pada bulan lalu.

 

Di sisi lain, para pembuat kebijakan telah melakukan antisipiasi untuk volatilitas lebih lanjut di tengah perkiraan kenaikan suku bunga The Fed yang lebih tinggi pada tahun ini.

 

"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak empat kali pada tahun ini, saya pikir kemungkinan besar Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga setidaknya sebesar 25 basis poin pada akhir tahun ini," ujar Chatib dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV, Rabu (4/4).

Menurut Chatib, setiap negara Asia saat ini harus mengikuti suku bunga AS untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar mata uang mereka. Adapun, Bank sentral Inggris juga telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan.

 

Baca juga,  the Fed Naikkan Suku Bunga.

 

Meski demikian, Bank Indonesia tidak mengikuti kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan. Saat ini suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap berada di level 4,25 persen. Bank Indonesia menahan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan sejak September 2017.

"Setiap negara Asia sekarang, suka atau tidak suka harus mengikuti arahan (suku bunga) di AS, karena jika tidak, mereka tidak dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar," kata Chatib.

Rupiah telah jatuh lebih dari 2,6 persen terhadap dolar AS sejak akhir Januari 2018. Di sisi lain cadangan devisa turun hampir 4 miliar dolar AS pada Februari 2018. Chatib mengatakan, pelemahan rupiah tidak menjadi risiko besar bagi perekonomian Indonesia saat ini selama bank sentral dapat menahan volatilitas. Diketahui, rupiah naik 0,1 persen menjadi 13.750 per dolar AS pada Senin (2/3) lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement