REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai kebijakan utang pemerintah tidak diiringi dengan belanja yang efisien. Menurutnya, jika pemerintah berupaya menggenjot pembangunan infrastruktur hal itu tercermin dalam peningkatan belanja modal pemerintah.
"Kalau kita lihat, peningkatan utang itu lebih banyak digunakan untuk belanja barang. Pertumbuhan belanja barang itu 58 persen dari tahun anggaran 2014 ke 2017. "Itu untuk ganti mobil, beli furnitur. Belanja modal naiknya cuma 36 persen," kata Faisal dalam diskusi yang digelar oleh ILUNI Universitas Indonesia di Jakarta, Selasa (3/4).
Faisal juga menyampaikan, porsi belanja pegawai dalam anggaran pemerintah pusat pada 2014 adalah 20,3 persen dan pada 2017 meningkat menjadi 25,2 persen. Kemudian, belanja barang pada 2014 yang sebesar 14,7 persen juga meningkat menjadi 22,5 persen pada 2017.
Belanja pembiayaan bunga utang pada 2014 yang 11 persen naik menjadi 17,4 persen pada 2017. Sementara itu, menurut Faisal, peningkatan belanja modal justru relatif tak bergerak yakni dari 12,2 persen pada 2014 menjadi 16,1 persen pada 2017.
Faisal mengatakan, pembiayaan proyek besar infrastruktur nasional dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Hal itu menurutnya membuat neraca keuangan BUMN menjadi bermasalah. "Contohya PT Hutama Karya membangun jalan tol Trans Sumatra, anggarannya Rp 80 triliun, pemerintah cuma kasih Rp 5,6 triliun dan sisanya cari sendiri, berdarah-darah mereka itu," ujarnya.