Selasa 03 Apr 2018 22:00 WIB

Hambatan Pengembangan EBT di Indonesia

Kontribusi EBT di Indonesia kurang dari 10 persen dari total bauran energi.

Rep: Intan Pratiwi / Red: Satria K Yudha
Energi terbarukan/ilustrasi.
Foto: abc
Energi terbarukan/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai akan sulit mencapai target 23 persen energi baru dan terbarukan (EBT) dalam total bauran energi nasional pada tahun 2025. Kecuali, ada perubahan signifikan dalam kebijakan dan peraturan.

 

Berdasarkan laporan terbaru Global Subsides Initiative (GSI) yang merupakan bagian dari International Institute for Sustainable Development (IISD), ada beberapa hambatan besar pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Pertama, harga pembelian untuk energi terbarukan dibatasi di angka yang terlalu rendah sehingga tidak menarik bagi pengembang pembangkit baru. Bahkan di beberapa daerah lebih rendah daripada harga pembangkit batubara.

 

Kemudian, perubahan kebijakan dan peraturan yang cukup sering dilakukan berujung pada ketidakpastian dan penundaan, serta meningkatkan risiko bagi para investor. Selain itu, subsidi dan dukungan finansial untuk bahan bakar fosil khususnya batu bara bertentangan dengan keinginan untuk melakukan transisi ke energi terbarukan.

 

Secara fundamental, terdapat ketidakjelasan siapa pejuang utama untuk energi terbarukan di Indonesia. Tanpa dorongan yang luas terhadap kebijakan proenergi terbarukan di dalam pemerintahan, pertumbuhan energi terbarukan diperkirakan masih akan berjalan lambat.

 

Penasehat Senior Kebijakan GSI Richard Bridle menyebut kecil kemungkinan Indonesia untuk mencapai target 23 persen EBT sebelum 2025. "Kecuali dibuat kebijakan baru yang menciptakan kemauan yang lebih besar untuk menumbuhkan energi terbarukan, kata Bridle dalam laporannya yang diterima //Republika//, Rabu (3/4).

 

Dia menjelaskan, banyak pihak berkepentingan yang diwawancarai GSI mengemukakan kekhawatiran bahwa kebijakan saat ini karena tak  menyediakan insentif yang cukup untuk menumbuhkan energi terbarukan. Jika regulasi investasi dipermudah, maka akan menjadi langkah pertama yang penting untuk melesatkan pembangunan energi terbarukan di Indonesia. "Serta mendatangkan investasi," ujar dia.

 

Seperti diketahui, target EBT yang dipasang pemerintah ditetapkan sebagai bagian dari serangkaian kebijakan yang dituangkan dalam Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia di bawah Perjanjian Iklim Paris (Paris Climate Agreement) pada tahun 2015, dan merupakan target yang sangat penting untuk mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca. Energi terbarukan juga merupakan elemen penting untuk meraih target ketersediaan energi, serta untuk mendukung ambisi pemerintah Indonesia dalam meraih tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

 

Dalam jangka panjang, energi terbarukan diharapkan lebih terjangkau, ramah lingkungan, tidak membahayakan kesehatan, dan lebih mudah diakses bagi masyarakat di pedalaman dibandingkan proyek energi berskala besar dan terpusat yang berbahan bakar fosil. Saat ini, kontribusi energi terbarukan di Indonesia kurang dari 10 persen dari total bauran energi primer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement