REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa opsi penggabungan PGN dan Pertagas dalam subholding gas yang menjadi bagian dari holding migas. Mengutip dari Buku Putih yang disusun oleh Danareksa Sekuritas, ada tiga opsi penggabungan antara PGN dan Pertagas.
Namun, restu dari pemilik saham publik yang dimiliki PGN saat ini juga menjadi kunci dari penggabungan dua perusahaan gas ini.
Di dalam Buku Putih disebutkan penggabungan Pertagas ke dalam PGN bisa dilakukan dengan beberapa opsi, yaitu menggabungkan PGN dan Pertagas (merger), inbreng saham Pertamina di Pertagas ke PGN, atau PGN mengakuisisi saham Pertagas.
Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan opsi-opsi tersebut akan dipilih bergantung pada persetujuan dari pemegang saham publik PGN. Saat ini tercatat 43,04 persen saham PGN dimiliki oleh publik.
"Biarpun pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas di PGN, tetap harus meminta persetujuan pemegang saham publik juga. Selain itu, nilai dari Pertagas juga harus dianalisa secara independen. Dan nantinya harus dapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PGN," ujar Rini, Kamis (29/3).
Rini menjelaskan ide pemerintah untuk menggabungkan kedua perusahaan gas ini bisa membuat pengelolaan gas dalam negeri lebih baik dan efisien. Ia berharap tidak ada tumpang tindih dalam pengembangan infrastruktur dan tata kelola gas kedepannya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengalihan saham seri B milik pemerintah di PGN kepada Pertamina saat ini sedang dalam proses Keputusan Menteri Keuangan. Ia mengatakan, pihaknya sedang memproses KMK tersebut sebagai penentu harga saham yang sekaligus menentukan berapa besar suntikan modal negara yang diberikan ke Pertamina.
"Saat ini sedang ada di Biro Hukum Kementerian Keuangan. Sedang finalisasi beleid itu. Kalau sudah selesai dari Biro Hukum, saya tanda tangan," ujar Sri, Selasa (27/3).