REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM Arcandra Tahar menilai membangun kilang minyak di dalam negeri lebih murah dan efisien daripada impor. Untuk itu, pemerintah berkomitmen menyelesaikan proyek modifikasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan kilang baru.
Arcandra menjelaskan, kapasitas kilang nasional saat ini sekitar 1 juta barel per hari (bph). Setiap harinya mampu mengolah minyak mentah sekitar 800.000 bph. Sementara, produksi minyak mentah nasional ada di kisaran 800.000 bph. Adapun 400.000 bph di antaranya adalah hak pemerintah.
"Kalau kita lihat produksi (minyak mentah) kita 800.000 bph, yang benar-benar menjadi hak pemerintah hanya sekitar 400.000 (bph), sisanya hak KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang bisa dijual ke mana saja (ekspor). Sehingga untuk pengolahan di kilang kita masih butuh 400.000 (bph) lagi dari impor," ujar Arcandra melalui keterangan tertulisnya, Senin (26/3).
Dengan kebutuhan 1,6 hingga 1,7 juta bph produk minyak olahan per hari, kata Arcandra, pemerintah masih kurang sekitar 900 ribu bph.
"Perbedaan antara kalau kita impor (produk olahan) dengan produk kilang (sendiri) ini mencapai 5 persen. Kalau dihitung dari harga produk RON 92 di kisaran 72-74 per dolar AS per barel, maka spread-nya sekitar 3,5 dolar AS per barel, sehari kira-kira 3 juta dolar AS, atau sekitar 1 miliar dolar AS setahun. Jadi, kalau mau bikin kilang atau impor, ya (pilih) kilang," ungkapnya.
Menurut Arcandra, Pemerintah melalui Kementerian ESDM saat ini memiliki komitmen dalam pembangunan kilang ini. "Pemerintah sekarang komit sekali. Kita kerjakan RDMP (Refinery Development Master Plan) yaitu meremajakan kilang-kilang eksisting (agar kapasitas meningkat), di Cilacap, Balongan, Balikpapan, dan Dumai. Kita juga bangun 2 kilang baru di Tuban dan Bontang," ujarnya lagi.