Senin 26 Mar 2018 00:46 WIB

Kenaikan Pertalite akan Kerek Inflasi

Pengguna Pertalite semakin banyak sehingga berdampak terhadap inflasi.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Ratna Puspita
Petugas membantu konsumen mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite pada kendaraan di SPBU Yos Sudarso, Jakarta, Ahad (25/3).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas membantu konsumen mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite pada kendaraan di SPBU Yos Sudarso, Jakarta, Ahad (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite sebesar Rp 200 per liter bisa memberikan dampak signifikan pada inflasi. Sebab, ia mengatakan, pengguna Pertalite semakin banyak karena menggantikan Premium.

"Pertalite naik Rp 200 per liter itu cukup signifikan menurut saya karena sekarang Premium itu penggunanya semakin sedikit," ujar Faisal ketika dihubungi Republika, Ahad (25/3).

Faisal menjelaskan masyarakat kelas menengah Indonesia dan transportasi publik semakin banyak menggunakan Pertalite. Ia menyebut, sebagian SPBU juga sudah tidak menyediakan Premium. Faisal berpendapat pengguna yang semakin besar maka dampaknya terhadap inflasi akan cukup besar.

Faisal menjelaskan, dampak secara langsung adalah menaikkan inflasi di komponen transportasi. Meski begitu, akan ada dampak tidak langsung terhadap kenaikan harga bahan pangan.

"Karena bahan pangan itu transportasinya banyak juga yang menggunakan Pertalite sehingga bisa terpengaruh," ujar Faisal.

Faisal memprediksi lonjakan inflasi belum akan tampak dalam rilis Badan Pusat Statistik pada Maret 2018. Efek samping dari kebijakan tersebut baru akan mengerek inflasi secara signifikan pada April 2018.

Kenaikan harga BBM non subsidi, kata Faisal, bisa menaikkan inflasi dari komponen transportasi hingga 1,5 persen. "Kalau terhadap inflasi bulanan total andilnya bisa mencapai 0,2 persen. Artinya, kalau Maret itu inflasinya 0,1 atau 0,2 persen berarti ditambah kenaikan BBM bisa mencapai 0,3-0,4 persen," ujar Faisal.

Faisal mengaku, tantangan pemerintah pada 2018 adalah untuk menjaga stabilitas bahan pangan dan menahan inflasi dari kelompok harga yang diatur pemerintah. Ia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang menjamin Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak akan naik hingga 2019.

Ia mengaku, pada awal tahun sudah muncul tekanan dari kenaikan harga beras yang sepanjang 2017 justru relatif rendah. Ia meminta pemerintah untuk terus mewaspadai potensi inflasi dari dua komponen tersebut.

"Ini harus terus diwaspadai, kalau berlanjut terus ya bisa sampai 4 persen inflasi akhir tahun nanti," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement