Sabtu 24 Mar 2018 01:03 WIB

Pergerakan Saham Terpengaruh Suku Bunga The Fed

IHSG dinilai paling defensif dibandingkan bursa negara lain.

Red: Nur Aini
Pekerja melihat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja melihat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar modal Andri Zakaria Siregar menilai sentimen dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR) memengaruhi pergerakan bursa saham global, termasuk indeks harga saham gabungan.

"Masih adanya persepsi di pasar The Fed akan agresif dalam menaikan suku bunga acuannya menjadi salah satu faktor yang membuat pergerakan saham cenderung melemah," ujarnya yang juga analis dari BNI Sekuritas di Jakarta, Jumat (23/3).

Naiknya suku bunga The Fed, kata dia, juga membuat ruang kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia menjadi terbatas. Dengan begitu dapat mempengaruhi aktivitas di sektor ritel. "Jika sektor ritel melambat maka akan mempengaruhi ekonomi nasional dan kinerja emiten," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, pelemahan IHSG dalam beberapa hari terakhir ini relatif masih lebih baik dibandingkan bursa saham negara lain. Artinya, pelemahan IHSG cenderung terpengaruh oleh sentimen eksternal. "Kita paling defensif dibandingkan bursa negara lain, bursa eksternal penurunannya cukup dalam," katanya.

Andri mengatakan kinerja emiten di dalam negeri yang positif akan memicu investor kembali melakukan akumulasi. Apalagi, harga saham saat ini nilainya sudah cukup rendah. "Harga saham di BEI sudah cukup rendah, sementara kinerjanya bagus, maka itu peluang bagi investor untuk akumulasi," katanya.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, rata-rata kinerja laba emiten BEI yang masuk dalam hitungan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 membukukan pertumbuhan 21,28 persen, lebih tinggi dibandingkan kinerja emiten bursa ASEAN di antaranya Thailand yang sebesar 18,13 persen, Vietnam (18,94 persen), dan Singapura sebesar 15,46 persen.

Sentimen selanjutnya, kata Andri, yakni perang dagang global menyusul disahkannya memorandum pengenaan tarif impor pada produk Cina senilai 60 miliar dolar AS oleh Presiden AS Donald Trump. Direktur Utama Tito Sulistio mengatakan kebijakan proteksionis Amerika Serikat itu langsung direspons pemerintah Cina yang akan akan menerapkan tarif impor produk AS.

"Kondisi itu dapat memicu kekhawatiran perang dagang dalam skala globaI yang lebih luas. Namun, ini sentimen temporer bagi pasar saham," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement